SETUJU/
TIDAK INDONESIA MERATIFIKASI STATUTA ROMA
Menurut saya ratifikasi
statute roma belum terlalu mendesak untuk dilakukan sehingga prioritas dan
focus pemerintah ditujukan pada pemberdayaan system hukum nasional agar
memiliki kemampuan untuk memeriksa dan mengadili kejahatan internasional yang
menjadi yurisdiksi ICC.
Secara factual sebagian
esensi dari statute roma telah diadopsi oleh hukum nasional Indonesia dan
dilaksanakan oleh pengadilan HAM sebagaimana diatur dalam UU No. 26/ 2000.
Ratifikasi statute roma akan
menimbulkan implikasi yang serius terhadap ketahanan nasional Indonesia.
Ratifikasi statute roma juga
harus memikirkan dampak – dampak dari “no point to return”.
Selain itu ratifikasi
tersebut tidak akan mendatangkan keuntungan factual untuk Indonesia.
IMPLIKASI
YANG TERJADI DI INDONESIA JIKA MERATIFIKASI STATUTA ROMA
Berimplikasi pada system
hukum Indonesia :
Berdampak pada asas – asas hukum, norma –
norma hukum, kelembagaan dan proses hukum pidana dalam peradilan terhadap
pelanggaran HAM berat.
Berimplikasi pada aspek politik dan ekonomi :
Menimbulkan mobilitas politik nasional karena
adanya pro kontra yang berkepanjangan terkait pelanggaran HAM berat.
Adanya tekanan dunia internasional terkait
peradilan pelanggaran HAM yang berdampak pada aspek politik, ekonomi, keuangan,
dan lainnya.
Berimplikasi pada bidang social :
Terdapat pro kontra yang berdampak pada
instabilitas social politik terkait pelanggaran HAM berat.
Adanya tekanan internasional yang berpengaruh
pada aspek kamdagri, social, politik dan ekonomi.
PARAMETER
DAN PATOKAN UNTUK MENENTUKAN PERADILAN NASIONAL SUATU NEGARA DIKATAKAN
UNWILLING ATAU UNABLE SEHINGGA ICC DAPAT MENJALANKAN YURISDIKSINYA.
Unwilling
parameternya adalah
Peradilan
dilaksanakan untuk melindungi actor intelektual dari pertanggung jawaban
pidana.
Penundaan peradilan
yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
Proses peradilan
tidak dilakukan secara bebas atau mendiri
Unable parameternya
adalah
Keadaan system
peradilan pidana yang seluruhnya atau sebagiannya tidak berfungsi
Lembaga peradilan
msional tidak mampu menahan tersangka
Hambatan yang serius
dalam pembuktian saksi – saksi.
APAKAH
ICC DAPAT MENJALANKAN YURISDIKSI KRIMINALNYA TERHADAP KEJAHATAN HAM BERAT YANG
TERJADI DI INDONESIA
ICC bisa menjalankan
yurisdiksi ketika
Terdapat indikasi
unwilling dan unable terhadap peradilan atas pelanggaran HAM berat.
Karena konsep hukum
unwilling dan unable berlaku terhadap Negara locus delicti terlepas
peratifikasi ataupun non peratifikasi.
ICC tidak bisa menjalankan yurisdiksi ketika
Tidak terdapat indikasi unwilling dan unable
terhadap peradilan atas pelanggaran HAM berat.
Peradilan nasional telah mengadili para
pelaku secara adil, imparsial, serius dan tanpa tekanan, hal tersebut mengacu
pada prinsip komplementer pada statute roma.
PROSPEK
HPI DIKAITKAN DENGAN PERKEMBANGAN PROSEDUR PENANGANAN KEJAHATAN HAM BERAT OLEH
ICC
Direct enforcement system
Penegakan HPI secara langsung oleh ICC.
Indirect enforcement system
Penegakan HPI melalui hukum pidana nasional
masing – masing Negara dimana kejahatan internasional tersebut terjadi.
PROSPEK
HPI DILINGKUNGAN POLRI DIKAITKAN DENGAN PERKEMBANGAN KEJAHATAN TRANSNASIONAL CRIME
(TNC)
Kerja sama internasional dalam HPI yang dapat
dilakukan Polri adalah :
Kerjasama bilateral antara 2 negara yaitu
antara Indonesia dengan Negara lain dalam hal penanggulangan kejahatan
transnasional
Kejahatan regional seperti SOMTC, AMMTC,
ACCORD, ASOD, ASEAN WEN, ASEANAPOL.
Kerjasama internasional melalui
ICPO-INTERPOL.
SUATU
KEJAHATAN TRANSNASIONAL DAPAT BERGESER MENJADI KEJAHATAN INTERNASIONAL JIKA
Ada instrument internasional yang menetapkan
dan mengatur hal tersebut.
Besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap
kepentingan manusia sehingga menimbulkan tuntutan agar menghukum pelaku tanpa
berdasarkan locus delicti.
PENGERTIAN
DAN JENIS – JENIS YURISDIKSI KRIMINAL ICC YANG DIATUR DALAM STATUTA ROMA
Jurisdiction of Subject Matter atau Ratione Materiae
Yakni YK yang
berkaitan dengan pokok perkara atau jenis Kejahatan:
Hal ini menunjuk
kepada berbagai kejahatan sangat berat (the most serious crmes) di mana
ICC [Art. 5 (1)] berwenang utk memeriksa dan mengadili:
a. Genocida (the crimes of genocide);
b. Kejahatan thd kemanusiaan (crimes against humanity);
c. Kejahatan perang (war crimes); dan
d. Agresi (the crimes of aggression).
Temporal Jurisdiction atau Ratione Temporis
Yakni YK yang
berkaitan dengan waktu terjadinya Kejahatan, Maksudnya:
ICC mempunyai yurisdiksi
thd kejahatan-kejahatan yg dilakukan setelah SR berlaku.
Berbeda dgn. ICC
Adhoc yg menerapkan wewenang ICC utk menerapkan prinsip retro aktif dgn alasan
keadilan dan karena asas legalitas adalah asas keadilan (principle of
jusitice) maka membiarkan tokoh-tokoh NAZI bebas tanpa pemidanaan adalah
sesuatu yg tidak adil (unjust) [Hans Kelsen].
Maka ICC yg
Permanen (SR) secara tegas menerapkan asas legalitas dan tidak memungkinkan
penerapan asas retro aktif [Art. 11 (1) dan Art. 24 SR].
Thd kejahatan-kejahatan
yg sdh dimulai sebelum SR berlaku secara efektif dan berlanjut sesudahnya (continuous
crimes) maka penyelesaiannya sepenuhnya pada pertimbangan ICC.
Territorial or Space Jurisdiction atau Jurisdiction of Location atau Ratione Loci
Yakni YK yang berkaitan
dengan tempat terjadinya Kejahatan, Maksudnya:
ICC mempunyai
yurisdiksi thd kejahatan-kejahatan yg dilakukan di dlm wilayah negara peserta
SR, tanpa mempertimbangkan kewarganegaraan si pelaku [Art. 12 (2) (a) SR].
ICC jg mempunyai
yurisdiksi thd kejahatan-kejahatan yg
dilakukan di dlm wilayah negara-negara yg menerima yurisdiksinya atas dasar
pernyataan adhoc (Adhoc declaration) dan di atas wilayah yg ditentukan
oleh DK PBB.
Dlm. SR, konsep
wilayah mencakup pula kapal (on board vessel) dan pesawat terbang (aircraft)
yg didaftarkan di negara peserta SR.
Personal Jurisdiction atau Ratione Personae
Yakni YK yang
berkaitan dengan personal atau individual yakni kewarganegaraan si pelaku,
Maksudnya:
ICC mempunyai
yurisdiksi thd warganegara dari negara peserta SR yg dituntut atas suatu
kejahatan [Art. 12 (2) (b) SR].
Dlm. Art. 12 (3)
SR: ICC jg mempunyai yurisdiksi thd warganegara dari negara bukan peserta SR yg
telah menerima yurisdiksi yg bersifat Adhoc atau mengikuti keputusan DK PBB.
Dlm. Art. 27 SR:
dalam pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan, berlaku sama bagi siapa saja (shall
equally to all persons) tanpa membedakan kapasitas pejabat di suatu negara
apakah sbg. Kepala Negara atau Pemerintahan, anggota parlemen, pejabat
pemerintah atau yang lain.
PERBEDAAN
NATIONAL CRIME, TRANSNATIONAL CRIME DAN INTERNATIONAL CRIME
National crime
-
Berada dibawah yurisdiksi nasional
-
Berlaku hukum nasional berdasar asas
territorial
-
Semata – mata yurisdiksi peradilan nasional
Transnational Crime
-
Berada dibawah yurisdiksi nasional
-
Berlaku hukum nasional berdasar asas
territorial atas asas nasional aktif/ pasif
-
Perlu syarat keterkaitan yurisdiksi dua
Negara atau lebih
-
Semata – mata yurisdiksi peradilan nasional
International crime
-
Berada dibawah yurisdiksi universal
-
Selain berlaku yurisdiksi nasional juga
peradilan internasional (ICC)
-
ICC menjalankan yurisdiksi jika Negara
Unwilling atau Unable
PENGERTIAN
DAN JENIS – JENIS YURISDIKSI KRIMINAL YANG DIKENAL DALAM HPI
Berdasarkan cakupan (kluster):
Prescrictive
or Legislative Jurisdiction
Yang berhubungan dengan kewenangan untuk menetapkan lingkup yurisdiksi
hukum nasional.
Yurisdiksi ini merupakan Yurisdiksi untuk menetapkan Undang-undang (the
jurisdiction to prescribe) yaitu kekuasaan negara untuk membuat hukum yang
dapat diterapkan terhadap berbagai aktifitas, hubungan, status orang atau
kepentingan manusia.
Judicial Jurisdiction
Yang berhubungan dengan wewenang pengadilan nasional untuk menerapkan
yurisdiksi hukum nasional.
Yurisdiksi ini merupakan Yurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction
to adjudicate), yaitu kekuasaan negara untuk menuntut atau mengadili
seseorang atau entitas melalui pengadilan dengan tujuan untuk menentukan apakah
telah terjadi pelanggaran hukum.
Enforcement
Jurisdiction
Yang berhubungan dengan kemampuan suatu negara untuk menerapkan perintah
UU Nasional.
Yurisdiksi ini merupakan Yurisdiksi untuk menegakan hukum (the
jurisdiction to enforce) yaitu kekuasaan negara untuk menerapkan atau
melaksanakan hukum yang telah ditetapkan baik melalui pengadilan, eksekutif,
adminstratif, kepolisian, atau tindakan non judicial lainnya.
Menurut Illias Bantekas dan Susan Nash: YK a dan YK b dapat menetapkan
pemberlakuan ke luar batas teritorial (extraterritorial character),
tetapi YK 3 tidak diperbolehkan untuk memiliki karakter tsb.
Berdasarkan The American Law
Institute (ALI):
a. Jurisdiction to prescribe adalah kemampuan untuk
menjadikan hukumnya dapat diterapkan terhadap aktivitas-aktivitas, hubungan-hubungan,
atau ketertarikan seseorang terhadap hal-hal, apakah melalui legislasi, melalui
tindakan eksekutif, melalui pengaturan yang bersifat administratif, atau
melalui penetapan dari pengadilan.
b. Jurisdiction to adjudicate adalah kemampuan untuk
menjadikan pribadi ataupun benda sebagai subjek dalam proses di pengadilan
maupun peradilan administratif.
c. Jurisdiction to enforce adalah kemampuan untuk memaksa
atau bahkan untuk menghukum pihak-pihak yang tidak mentaati aturannya apakah
melalui proses judisial ataupun bukan.
PENDAPAT
TENTANG PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA YANG TERJADI DI INDONESIA DIKAITKAN
DENGAN KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN SEBAGAI SALAH SATU KEJAHATAN
INTERNASIONAL
Syarat kejahatan yang dapat disebut kejahatan
terhadap kemanusiaan
-
Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahui bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil (pasal 9 UU 26/ 2000).
-
Antara lain penghilangan orang secara paksa
(pasal 26 huruf (i) UU 26/2000
Oleh karena kasus tersebut merupakan
kejahatan terhadap kemanusiaan yang mengacu pada statute roma, maka hal
tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu kejahatan internasional.
Sehingga Indonesia harus mengadili pelaku kasus tersebut sebagai perwujudan
dari tidak adanya Unwilling dan Unable di Indonesia.
PENGERTIAN
EKSTRADISI
Menurut pasal 1 UU
No. 1/1979 tentang ekstradisi.
Ekstradisi adalah penyerahan
tersangka/ terpidana dari negara yang diminta kepada negara peminta yang melakukan
tindak pidana di wilayah negara peminta utk diadili/ jalani hukuman.
Kejahatan yang tidak bisa diekstradisi/ ditolak :
-
Kejahatan politik, ps 5
-
Kejahatan hukum militer, ps
6
-
Telah ada putusan pengadilan di ind, ps 10
-
Nebis in idem, ps 11
-
Kadaluwarsa, ps 12
-
Sara/ rasial, ps 14
-
Akan diserahkan kepada
negara ketiga, ps 16
PENGADILAN NUREMBERG
Pengadilan
Nuremberg merupakan suatu pengadilan Ad Hoc (sementara) dimulai pada November
1945 – September 1946, pengadilan ini dibentuk atas inisiatif sekutu yang
menjadi pemenang perang sehingga dikatakan sebagai Victory of Justice.
Pengadilan ini telah membawa ke meja hijau sebanyak 22 orang penjahat perang
NAZI, 11 diantaranya dijatuhi pidana mati. Yurisdiksi materil dari pengadilan
Ad Hoc ini meliputi Crimes Against Peace, Crimes Against Humanity, dan War
Crimes. Dasar hukum dari pengadilan ini yaitu Charter dan Principle yang dibuat
oleh pemenang perang. Selain itu dalam Pengadilan Nuremberg dikenal adanya
individual responsibility dan asas retroaktif. Meskipun dalam hukum
internasional dilarang menggunakan asas retroaktif karena bertentangan dengan
asas legalitas, tetapi penyimpangan terhadap asas-asas hukum universal
merupakan suatu kekecualian yang dimungkinkan sesuai dengan kebutuhan hukum
pada masanya dan untuk menampung aspirasi keadilan yang restoratif dan tidak
semata-mata keadilan yang bersifat restibutive.
GENOCIDE DAN CONTOHNYA
Genocide adalah pembantaian
besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau
kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut.
Yang termasuk kejahatan genocide :
1.
Pembantaian bangsa
Kanaan oleh bangsa Yahudi pada milenium pertama sebelum Masehi.
2.
Pembantaian bangsa
Helvetia oleh Julius Caesar pada abad ke-1 SM.
3.
Pembantaian suku
bangsa Keltik oleh bangsa Anglo-Saxon di Britania dan Irlandia sejak abad ke-7.
4.
Pembantaian bangsa-bangsa
Indian di benua Amerika oleh para penjajah Eropa semenjak tahun 1492.
5.
Pembantaian bangsa
Aborijin Australia oleh Britania Raya semenjak tahun 1788.
6.
Pembantaian Bangsa
Armenia oleh beberapa kelompok Turki pada akhir Perang Dunia I.
7.
Pembantaian Orang
Yahudi, orang Gipsi (Sinti dan Roma) dan suku bangsa Slavia oleh kaum Nazi
Jerman pada Perang Dunia II.
8.
Pembantaian suku
bangsa Jerman di Eropa Timur pada akhir Perang Dunia II oleh suku-suku bangsa
Ceko, Polandia dan Uni Soviet di sebelah timur garis perbatasan Oder-Neisse.
9.
Pembantaian lebih
dari dua juta jiwa rakyat oleh rezim Khmer Merah pada akhir tahun 1970-an.
10. Pembantaian bangsa Kurdi oleh rezim Saddam Hussein
Irak pada tahun 1980-an.
11. EfraÃn Rios Montt, diktator Guatemala dari 1982
sampai 1983 telah membunuh 75.000 Indian Maya.
12. Pembantaian Rwanda, pembantaian suku Hutu dan Tutsi
di Rwanda pada tahun 1994 oleh terutama kaum Hutu.
13. Pembantaian suku bangsa Bosnia dan Kroasia di
Yugoslavia oleh Serbia antara 1991 - 1996. Salah satunya adalah Pembantaian Srebrenica,
kasus pertama di Eropa yang dinyatakan genosida oleh suatu keputusan hukum.
14. Pembantaian kaum berkulit hitam di Darfur oleh
milisi Janjaweed di Sudan pada 2004.
15. Pembataian warga Palestina oleh Israel
TRANSNATIONAL CRIME
Merupakan kejahatan
yang dilakukan dilebih dari satu Negara, jika dilakukan disatu Negara namun
bagian – bagian substansinya meliputi persiapan, perencanaan, dengan tujuan
atau mengendalikan suatu wilayah di Negara lain, dilakukan satu Negara tetapi
tergabung dalam kelompok organisasi criminal yang terkait dengan tindakan
criminal di lebih dari satu Negara, dilakukan di satu Negara tetapi memiliki
dampak substansi pada Negara lain.
DALAM HAL PEMERIKSAAN SAKSI ORANG ASING YANG
BERADA DINEGARANYA
1.
Penyidik Polri
melalui NCB-INTERPOL meminta bantuan kepada NCB Negara lain untuk membantu
menghadirkan saksi dalam hal memberitahukan saksi tersebut untuk dapat hadir,
sehingga permintaan tersebut dilakukan secara tertulis disertai surat
panggilan.
2.
Jika saksi tidak
dapat hadir, maka untuk mendapatkan keterangannya meminta bantuan kepada NCB
Negara yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan atas saksi dengan atau
tanpa didampingi penyidik Polri, biasanya dijelaskan persyaratan dan prosedur
pengajuan permintaan yang harus dipenuhi.
DALAM HAL PENCARIAN BURONAN DAPAT DILAKUKAN
DENGAN CARA
Mengirimkan
red-notice yang dilakukan dengan kerja sama dengan NCB-INTERPOL dan NCB Negara
– Negara lain.
DIDALAM ORGANISASI PBB PERMASALAHAN HAM TIDAK
LAGI DITANGANI OLEH KOMITE HAM
Didalam organisasi
PBB permasalahan HAM tidak lagi ditangani oleh komite HAM yang bertanggung
jawab kepada sekjen PBB, tetapi oleh dewan HAM yang bertanggung jawab kepada
Majelis Umum PBB, yang secara periodic dibuat review tahunan terhadap pelanggaran
HAM, hal ini menandakan adanya penanganan pelanggaran HAM semakin serius dalam
tingkat internasional.
Didalam
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang masuk kedalam national crime dan
transnational crime maka polri memiliki wewenang penuh untuk melakukannya,
tentunya dengan dibarengi dengan adanya kerjasama baik secara bilateral,
regional maupun internasional. Sedangkan dalam hal kejahatan internasional
terdapat mekanisme tersendiri, misalnya merujuk pada UU tentang HAM sedangkan
penyidikan berada ditangan Jaksa Agung.
BEDA EKSTRADISI DAN MLA
Ekstradisi adalah
Penyerahan oleh
suatu Negara kepada Negara lain yang meminta penyerahan seseorang yang disangka
atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan diluar wilayah Negara yang menyerahkan
dan didalam wilayah yurisdiksi yang meminta penyerahan tersebut karena
berwenang untuk mengadili dan memidananya (UU No. 1 tahun 1979 pasal 1).
Bantuan timbal
balik MLA adalah
Merupakan
permintaan bantuan berkenaan dengan penyidikan, pemeriksaan dan penuntutan
disidang pengadilan sesuai dengan ketentuan perundang – undangan Negara diminta
(pasal 3 UU No. 1 tahun 2006)
KEMUKAKAN PENDAPAT
ANDA TENTANG BEBERAPA JENIS INTERPOL NOTICE! DAN SEBUTKAN SYARAT-SYARAT
YANG PERLU DIPENUHI DALAM PENGAJUAN DAN PENCABUTAN RED NOTICE!
Jenis Interpol Notice
1. Red notice : untuk mencari dan menangkap tersangka/
terpidana untuk diekstradisi
2. Green notice : untuk memberikan peringatan dan
inteligen kriminal tentang para pelaku kejahatan dan kemungkinan mereka akan
melakukan kejahatan serupa dinegara lain
3. Black notice : untuk mengidentifikasi mayat
seseorang yang tidak diketahui identitasnya
4. Blue notice : untuk mengumpulkan informasi/ atau identitas
seseorang atau kegiatan ilegal terkait dengan suatu tindak pidana
5. Yellow notice : untuk melacak orang hilang terutama
anak - anak atau mengidentifikasikan orang hilang ingatan
6. Orange notice : memberikan peringatan kepada
kepolisian lembaga publik dan organisasi internasional lainnya tentang
kemungkinan ancaman senjata rahasia, paket bom dan benda berbahaya lainnya
Syarat - syarat yang perlu dipenuhi dalam pengajuan red notice :
1.
uraian singkat kasus atau laporan kemajuan
2.
ketentuan perUU yang dilanggar (pasal, ancaman
hukuman dan masa kadaluarsanya)
3.
surat perintah penangkapan (asli)
4. identitas pelaku (Nama, Nama Keluarga, Alias, Jenis
kelamin, Tempat/Tanggal Lahir, Alamat Terakhir, Status perkawinan,
Pekerjaan, Kemampuan bahasa, Kewarganegaraan, Paspor (nomor, tempat/tgl
dikeluarkan), Dokumen perjalanan lainnya, Kartu identitas Lainnya (SIM, KTP,
dll), Suami/Istri (nama, tempat/tanggal lahir, alamat, dll), Orangtua (nama
ayah/ibu, alamat, dll), Foto, sidik jari, dan DNA, Ciri-ciri fisik (tinggi badan,
warna mata, warna rambut, bentuk tubuh, muka, hidung, tahi lalat, telinga,
cacat badan dan tanda-tanda khusus lainnya)
5.
BAP saksi - saksi
6.
keterangan barang bukti yang disita
7. informasi tentang keberadaan tersangka/ terdakwa/
terpidana diluar negeri (apabila sudah melarikan diri).
Syarat - syarat yang perlu dipenuhi dalam pencabutan red notice :
1.
Sebelum diterbitkan (cancelled before publication)
2.
Telah ditangkap/ditahan (arrested)
3.
Menyerahkan diri ke penegak hukum/polisi (surrended
to police)
4.
Telah diekstradisi (extradited)
5.
Sprin penangkapan/penahanan kedaluwarsa (arrest
warrant no longer valid)
6.
Habis masa penuntutan (time limit for prosecution
expired)
7.
Meninggal dunia (died)
8.
Penyidikan/penuntutan dihentikan/dibebaskan (acquitted/discharged/
dismissed)
9.
Menerima grasi (pardoned)
10. Menerima amnesti (amnestied)
11. Tidak cukup bukti (due to
insufficient evidence)
12. DPO dalam lingkup nasional (searches
limited to national level)
13. Diganti dengan notice lain (cancelled
and replaced by another notice)
14. Permintaan IPSG (at request
of IPSG)
15. Alasan lain sesuai hukum
nasional (other reasons)
2 komentar
mau bertanya jelaskan tentang serangan amerika terhadap irak dalam perspektif statua roma ?
BalasHapusMakasih , Mohon JAwabannyaa
BalasHapus