PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Narkoba akhir-akhir ini
menjadi bahan komoditas yang sangat luas peredarannya diIndonesia. Bahkan sudah
menyentuh kepada semua aspek atau lini dikalangan pranata sosial diIndonesia.
Dari lingkungan masyarakat kecil sampai lingkungan masyarakat kelas atas.
Semuanya sudah terjamahkan oleh peredaran narkoba di Indonesia. Dahulu
peredaran narkoba hanya sebatas kepada golongan kelas atas saja atau hanya
orang-orang yang mampu dan mempunyai materi cukup bahkan berlebihan yang bisa
mengonsumsi narkoba, namun sekarang bahkan anak-anak Taman Kanak-Kanak pun
sudah dijejali oleh narkoba. Itulah yang terjadi pada fenomena saat ini di
Indonesia. Ini semua bukanlah hanya tanggung jawab dari para penegak hukum
ataupun pemerintah saja, tetapi tanggung jawab bersama, terlebih lagi kepada
orang tua yang memang sudah gagal dalam mendidik anaknya masing-masing sehingga
anak-anak tersebut sampai terpengaruh oleh lingkungan untuk mengonsumsi
narkoba, meskipun dalam hal ini yang bersangkutan tidak mengetahui jenis-jenis
mana yang disebut sebagai narkoba ataupun mana yang bukan narkoba.
Narkoba sampai saat ini
sudah mengalami berbagai macam perkembangan baik bentuk maupun substansinya.
Pada jaman dahulu narkoba hanya sebatas pada opium dan mariyuana saja
(alamiah), namun dampak dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka berkembang juga dari substansi
dan juga bentuk dari narkoba dengan dilakukannya penelitian-penelian kimiawi
oleh pelaku-pelaku ahli kimia yang digunakan oleh produsen narkoba untuk
memproduksi narkoba agar lebih berkembang dan bervariasi sehingga dapat
menguntungkan para pelaku tersebut.
Peredaran narkoba di
Indonesia, dilihat dari aspek yuridis adalah sah keberadaanya. Peraturan ini
hanya melarang terhadap penggunaan narkoba tanpa izin oleh undang-undang.
Keadaan inilah yang sering disalahgunakan dan tidak untuk kepentingan kesehatan
tapi lebih dari itu, yakni dijadikan sebagai objek bisnis (ekonomi). Pada mulanya
narkoba hanya merupakan masalah kecil dan kurang diperhatikan pemerintah Orde Baru
pada saat itu, karena pemerintah menganggap bahwa masalah narkoba tidak akan
berkembang di Indonesia karena melihat dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila
dan penduduk/ warga Negara Indonesia yang Agamis. Pandangan tersebut membuat
pemerintah dan bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya penyalahgunaan
narkoba.
Untuk mengatasi permasalahan
narkoba yang semakin menunjukkan intensitas dan keeksistensiannya, Pemerintah
Indonesia melalui Dewan Perwakilanan Rakyat (DPR) membuat dan mengesahkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut,
Pemerintah membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan
Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi
penanggulangan narkoba yang kemudian berubah nama menjadi Badan Narkotika Nasional
(BNN). Untuk propinsi dan kabupaten dalam menangani permasalahan narkoba, maka
dibentuklah Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten (BNK).
Penyuluhan-penyuluhan dan sosialisasi dari badan narkotika ini kiat digencarkan
dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat akan bahaya penyalahgunaan narkoba yang
mengancam kehidupan orang banyak.
Sampai tahun 2012 ini saja
penggunaan narkoba di Indonesia mencapai 5 juta orang. Setiap tahun penggunaan
narkoba akan semakin meningkat jika tidak ada penanggulangan terhadap
penggunaan narkoba, kerja keras pemerintah serta kesadaran masyarakat akan
bahaya penggunaan narkoba harus selalu dilakukan dengan cara terus berkerjasama
dalam memberantas penyalahgunaan narkoba yang semakin hari terus bertambah dan mengancam
jiwa manusia.
Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika pun telah
banyak tindakan terhadap pengendalian narkoba di Indonsia. Sebagai penegakan
hukum, Polri diharapkan mampu melakukan pencegahan dan penangkalan terhadap
merebaknya peredaran perdagangan narkoba dan penyalahgunaannya. Dengan semakin
merebaknya penyalahgunaan narkoba serta peredarannya yang illegal serta
berdampak negatif pada kehidupan masyarakat, maka perlu dilakukan pengendalian
dan pengembalian kondisi kehidupan masyarakat yang ideal (tertib, aman, dan
tentram) sehingga diperlukan peran Polri dalam mengatasi ini selain BNN (Badan
Narkotika Nasional). Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa tugas
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
a. Memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat
b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.
Polri juga melakukan
kerjasama dan juga menyamakan serta menyatukan persepsi dengan BNN (Badan
Narkotika Nasional) dalam menangani kasus tindak pidana narkoba yang selama ini
masih dinilai berseberangan antara hukuman pidana dan rehabilitasi bagi
penyalah guna. Koordinasi ini bertujuan untuk menjaga sinergitas pelaksanaan
tugas Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia) dan BNN (Badan Narkotika
Nasional) dalam pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang tersebut maka
penulis menarik ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
upaya Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan Narkoba saat ini ?
2. Faktor-faktor
apakah yang memengaruhi Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba ?
3. Bagaimanakah
penanggulangan penyalahgunaan Narkoba yang diharapkan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Upaya
Polri Dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba Saat Ini
Dalam menanggulangi
penyalahgunaan narkoba Polri melakukan upaya-upaya dengan langkah-langkah :
a. Non
Penal
Upaya penanggulangan penyalahgunaan
narkoba ini tidak terlepas dari tindakan-tindakan Polri yang bersifat
interdisipliner yang diawali dengan upaya preemtif (pembinaan) dan preventif
(pencegahan) sebelum tindak pidana tersebut terjadi.
Menurut M. Kemal Darmawan dalam
bukunya yang berjudul “Strategi Kepolisian Dalam Pencegahan Kejahatan”,
definisi dari preemtif dan
preventif adalah :
- Pre-emtif adalah kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial, pendekatan situasional dan pendekatan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur Potensi Gangguan (Faktor Korelatif Kriminogen).
- Preventif sebagai upaya pencegahan atas timbulnya Ambang Gangguan (police hazard), agar tidak berlanjut menjadi gangguan nyata/ Ancaman Faktual (crime).
Sehingga dalam hal ini penulis
mendefinisikan sendiri makna dari kedua tindakan kepolisian tersebut yaitu :
- Preemtif (Pembinaan) Merupakan salah satu upaya yang dilakukan Polri untuk menanggulangi dan memberantas penyalahgunaan narkoba. Tindakan Polri ini dilakukan dengan melihat akar masalah penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba dengan melalui pendekatan sosial, situasional dan kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur potensi gangguan. Tindakan preemtif yang dilakukan Polri dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba yaitu dengan melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan cara sosialisasi, penyuluhan dan audiensi tentang bahaya dan dampak dari penyalahgunaan narkoba. Hal ini untuk antisipasi dan pencegahan dini melalui kegiatan-kegiatan edukatif dengan tujuan menghilangkan potensi penyalahgunaan narkoba (faktor peluang) dan pendorong terkontaminasinya seseorang menjadi pengguna.
- Preventif (Pencegahan) Anggota-anggota Kepolisian diterjunkan langsung ke wilayah-wilayah yang mencurigakan dijadikan tempat penampungan, penyimpanan, dan peredaran narkotika. Polisi juga mengadakan razia untuk keperluan penyelidikan dan penyidikan bahkan penangkapan terhadap orang-orang yang diduga menyalahgunakan narkotika. Razia ini bisanya dilakukan ditempat hiburan malam dan juga tempat-tempat yang informasinya didapatkan dari masyarakat.
Selain
itu dalam rangka meminimimalisir peredaran narkoba, Polri bekerjasama dengan instansi
dan lembaga terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, ormas dan
lain-lain. Dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :
a.
Kampanye anti peyalahgunaan narkoba :
Hal
ini dilakukan dengan pemberian informasi satu arah dari pembicara tentang
bahaya pemakaian narkoba dan tanpa tanya jawab. Biasanya hanya memberikan garis
besar, dangkal, dan umum. Informasi disampaikan oleh tokoh masyarakat (ulama,
pejabat Polri, seniman dan sebagainya). Kampanye anti penyalahgunaan narkoba
dapat juga dilakukan melalui spanduk, poster, brosur dan baliho. Misi dari
kampanye ini adalah sebagai pesan untuk melawan penyalahgunaan narkoba, tanpa
penjelasan yang mendalam atau ilmiah tentang narkoba.
b.
Penyuluhan seluk beluk narkoba :
Berbeda
dengan kampanye yang monolog, penyuluhan bersifat dialog dengan tanya jawab.
Bentuk penyuluhan dapat berupa seminar, ceramah, dan lain-lain. Tujuannya
adalah untuk mendalami
pelbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat
benar-benar tahu dan karenanya tidak tertarik untuk menyalahgunakan narkoba.
Pada penyuluhan ada dialog atau tanya jawab tentang narkoba lebih mendalam.
Materi
disampaikan oleh tenaga profesional - dokter, psikolog, polisi, ahli hukum,
.sosiolog - sesuai dengan tema penyuluhan. Penyuluhan tentang narkoba ditinjau
lebih mendalam dari masing-masingaspek sehingga lebih menarik daripada
kampanye.
c.
Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi narkoba di
masyarakat :
Pengawasan
dan pengendalian adalah program preventif yang menjadi tugas aparat terkait,
seperti polisi, Departemen Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM),
Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan dan sebagainya. Tujuannya adalah
agar narkoba dan bahan baku pembuatannya (precursor) tidak
beredar sembarangan. Karena keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas,
program ini belum berjalan optimal.
Masyarakat
harus ikut serta membantu secara proaktif. Sayangnya, petunjuk dan pedoman
peran serta masyarakat ini sangat kurang, sehingga peran serta masyarakat
menjadi tidak optimal. Seharusnya instansi terkait membuat petunjuk praktis
yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk
berpartisipasi dalam mengawasi peredaran narkoba.
b. Penal
Represif (Penindakan)
Represif merupakan upaya terakhir dalam
memberantas penyalahgunaan narkotika yaitu dengan cara melakukan penindakan
terhadap orang yang diduga menggunakan, meyimpan, menjual narkotika. Langkah
represif inilah yang dilakukan Polisi untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman
faktual yang telah terjadi dengan memberikan tindakan tegas dan konsisten
sehingga dapat membuat jera para pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika.
B.
Faktor-Faktor
Yang Memengaruhi Polri Dalam Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba
Dalam usahanya menanggulangi penyalahgunaan
narkoba, tentunya kepolisian mempunyai banyak faktor yang dihadapi. Adapun
faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor
Oknum Polisi Sendiri
Tidak
semua polisi itu baik dan tidak semua polisi itu buruk, pasti ada segelintir
oknum yang melakukan penyimpangan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ada
beberapa anggota yang juga berperan dalam membantu peredaran narkoba untuk
kepentingan pribadi mereka, ada juga anggota yang menjadi pemakai bahkan ada
juga anggota yang menjadi Bandar walaupun tidak besar. Ini merupakan kelemahan
dari dalam (internal) Polri yang perlu diperbaiki dan dibenahi oleh Polri
sendiri karena ini menyangkut nama baik institusi. Anggota yang bertugas di
fungsi narkoba memang mempunyai kecenderungan seperti dalam pelaksanaan
tugasnya. Hal ini pun dibahas juga dalam system pembinaan personil di Biro
Sumber Daya Manusia Polri. Makanya ada istilah “anggota yang bertugas disuatu
fungsi yang selalu dihadapi dengan kejahatan dan kekerasan termasuk fungsi reserse
dan narkoba, jangan dibiarkan bertugas di fungsi tersebut terlalu lama karena
semakin lama anggota bertugas maka kecenderungan untuk melakukan penyimpangan
akan semakin besar” (Pembahasan pada mata kuliah Sosiologi Kepolisian, 21 Mei
2015).
2. Faktor
Lingkungan
Pengaruh
ini ditimbulkan dari lingkungan sosial pelaku, baik itu lingkungan
sekolah, pergaulan dan lain-lain. Hal tersebut dapat terjadi karena
benteng pertahanan dirinya lemah, sehingga tidak dapat membendung pengaruh
negatif dari lingkungannya. Pada awalnya para pelaku (pemakai) mungkin hanya
sekedar ingin tahu dan coba-coba terhadap hal yang baru, kemudian dengan kesempatan
yang memungkinkan serta didukung adanya sarana dan prasarana. Tapi lama
kelamaan dirinya terperangkap pada jerat penyalahgunaan narkoba. Faktor
lingkungan ini berperan besar dalam peningkatan penyalahgunaan narkoba di
Indonesia. Oleh karenanya Polri tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan
penanggulangan narkoba. Perlunya sikap kepedulian instansi terkait (dalam hal
ini yang berkaitan dengan lingkungan pelaku antara lain sekolah, pemerintah
daerah, pemerintah pusat, dan juga lembaga-lembaga yang bergerak dalam
memerangi narkoba) serta peran serta orang tua (keluarga) yang menjadi benteng
juga pertama dalam mencegah terjerumusnya anak-anak mereka atau bahkan mereka
sendiri yang terjerumus.
3. Faktor
Media
Ketersediaan
media komunikasi yang sangat canggih dan mudah didapat tentu memiliki nilai
sendiri bagi pemakai dan pelaku pengedar narkoba. Ketersediaan media komunikasi
Handphone dan Internet merupakan bentuk komunikasi yang ideal guna melancarkan
komunikasi antar para pelaku. Peran Handphone dan internet pula tidak hanya
sebagai media komunikasi namun sebagai media transaksi berupa transaksi
pembayaran melalui m-banking dan i-banking yang sangat mudah menjalankannya.
Akibat adanya media komunikasi didalam peredaran narkoba tentu hal yang sangat
menguntungkan bagi para pelaku. Dengan berkembangnya komunikasi, maka
berkembang pula pola dan modus dari para pelaku kejahatan sehingga menjadikan
peredarannya menjadi semakin luas pula serta menyulitkan Polri dalam
menanggulanginya secara tuntas.
C.
Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba Yang Diharapkan
Untuk mencegah
penyalahgunaan narkoba masyarakat nampaknya masih sangat menggantungkan harapan
pada peran aparat penegak hukum khususnya dalam hal ini yaitu Polri. Akan
tetapi, mayoritas mereka kurang menyadari betapa berat tugas Polri dalam
menangani masalah itu. Dengan segala keterbatasan terutama dalam penganggaran
aparat harus menghadapi musuh dengan senjata uang yang berlimpah. Kita telah
mengetahui betapa dahsyatnya kekuatan uang (money power) dalam mempengaruhi
seseorang. Hanya seorang yang mempunyai integritas yang tinggi saja yang
mungkin bisa kebal terhadap bujuk rayu kekuatan uang. Sayang jumlah mereka
sangat sedikit.
Idealnya hukum harus
tetap ditegakkan apa pun iming-iming yang disodorkan oleh para pelaku kejahatan
(Bandar Narkoba). Penegakan hukum itu tidak kenal kompromi dan tidak pandang
bulu. Namun secara sosiologis sering kali tidka demikian karena menegakkan
hukum itu juga merupakan pergumulan batin petugas untuk mengambil serangkaian
putusan ditengah berbagai kebutuhan ekonominya selain keperluan individual lain.
Mengingat betapa besarnya
dampak yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan Narkoba dan cepatnya kontaminasi
kepada generasi muda untuk mengkonsumsi Narkoba, maka diperlukan upaya-upaya
konkrit untuk mengatasinya. Dalam upaya mencegah atau menanggulangi masalah
penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan dan
beberapa cara, adapun hal tersebut adalah :
a. Meningkatkan iman dan taqwa
melalui pendidikan agama dan keagamaan baik di sekolah maupun di masyarakat. Bukan hanya itu, bahkan anak yang masih dalam kandungan Sang
Ibupun usaha mendidik anak tersebut sudah harus dilaksanakan yaitu dengan jalan
kedua orangtuanya selalu berakhlak dan berbudi baik, menyempurnakan ibadah,
memperbanyak bersedekah, membaca Al Qur’an, berpuasa, dan berdoa kepada Allah
dengan tulus agar anak yang akan lahir nanti dalam bentuk fisik yang sempurna
dan merupakan anak yang berjiwa shaleh.
b. Meningkatkan peran keluarga
melalui perwujudan keluarga sakinah, sebab peran keluarga sangat besar terhadap
pembinaan diri seseorang. Hasil penelitia menunjukkan bahwa anak-anak nakal dan
brandal pada umumnya adalah berasal dari keluarga yang berantakan (broken
home). Dan unit terkecil dari masyarakat adalah rumah tangga. Di sinilah
tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan perihal nilai-nilai sejak
anak dilahirkan. Maka dengan demikian orang tua sangat berperan pertama kali
dalam mendidik, mengajar, membimbing, membina, dan membentuk anak-anaknya
dengan :
1) Memelihara kesejukan,
ketentraman, kesegaran, keutuhan Memberikan kasih sayang, pengorbanan,
perhatian, teladan yang baik, pengaruh yang luhur.
2) Menanamkan nilai-nilai agama
(iman dan ibadah), akhlak budi pekerti, disiplin dan prinsip-prinsip luhur
lainnya.
3) Melakukan kontrol, filter,
pengendalian, dan koreksi seluruh sikap anak-anaknya secara bijaksana baik di
rumah maupun di luar.
4) Keharmonisan rumah tangga
sehingga anak-anak merasa tenang, nyaman, aman, damai, bahagia, dan betah
tinggal di tengah-tengah pergaulan keluarga setiap hari.
5) Penanaman nilai sejak dini
bahwa Narkoba adalah haram sebagaimana haramnya Babi dan berbuat zina.
6) Meningkatkan peran orang tua
dalam mencegah Narkoba, di Rumah oleh Ayah dan Ibu, di Sekolah oleh Guru/ Dosen
dan di masyarakat oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat serta aparat penegak
hukum.
7) Melakukan dengan cara Preventif
(pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan
kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada
pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti pembinaan dan penyuluhan serta pengawasan dalam
keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat,
pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak
keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan
tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
8) Secara Represif (penindakan),
yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum dan
berdasarkan hukum , yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan
yang dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui hal tersebut harus
segera melaporkan kepada pihak yang berwajib ( kepolisian ) dan tidak boleh main
hakim sendiri.
9) Dengan pendekatan melalui
Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis
maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat
penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati,
pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
10) Rehabilitatif (rehabilitasi),
dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban tidak kambuh kembali
“ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya menyantuni dan memperlakukan secara
wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat
jasmani dan rohani. Kita tidak boleh mengasingkan para korban Narkoba yang
sudah sadar dan bertobat, supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai
pecandu narkoba.
BAB III
PENUTUPAN
Dari hasil uraian
diatas dalam bab-bab sebelumnya
yang merupakan permasalahan, maka pada bab ini yang merupakan bab terakhir
dapat dikemukakan kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut :
A. Kesimpulan
Kesimpulan Berdasarkan uraian terdahulu maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Trend perkembangan kejahatan atau
penyalahgunaan Narkoba di Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami
peningkatan yang cukup berarti baik dari segi kuantitas dan kualitas maupun
modus operandi yang dilakukan oleh para pengedar. Peningkatan ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal sebagai dampak dari
kemajuan pembangunan secara umum dan dinamika politik, ekonomi, sosial-budaya
dan keamanan.
2. Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di
Indonesia saat ini belum optimal, belum terpadu dan belum menyeluruh (holistik)
serta belum mencapai hasil yang diharapkan.
3. Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan
penyalahguaan Narkoba ini melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara
garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu :
a. Supply
control Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral
melalui kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif dan represif guna menekan
atau meniadakan ketersediaan Narkoba di pasaran atau di lingkungan masyarakat.
Intervensi yang dilakukan mulai dari cultivasi/penanaman, pabrikasi/pemrosesan
dan distribusi/ peredaran Narkoba tersebut.
b. Demand
reduction Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral melalui
kegiatan yang bersifat pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif guna
meningkatkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal dan tidak
tergoda untuk melakukan penya-lahgunaan Narkoba baik untuk dirinya sendiri
maupun masyarakat sekelilingnya.
c. Harm
reduction Adalah upaya secara terpadu lintas fungsi dan lintas sektoral
melalui kegiatan yang bersifat preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan
intervensi kepada korban/pengguna yang sudah ketergan-tungan agar tidak semakin
parah/membahayakan bagi dirinya dan mencegah agar tidak terjadi dampak negatif
terhadap masyarakat di lingkungannya akibat penggunaan Narkoba tersebut.
4.
Istilah
Narkoba itu sebenarnya muncul di dalam masyarakat untuk mempermudah
mengingat-ingat yang diartikan sebagai narkotika dan obat-obat berbahaya atau
terlarang. Secara umum sebenarnya narkoba itu adalah singkatan dan narkotika
dan bahan-bahan berbahaya. Bahan bahan berbahaya ini juga termasuk di dalamnya
zat-zat kimia, limbah limbah beracun, pestisida atau lain-lainnya. Dari
waktu ke waktu istilah narkoba ditambahi dengan alkohol sering disebut sebagai
NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), tetapi kemudian muncul
obat-obatan yang sejenis dengan narkotika, hanya saja tidak ada kandungan narkotika
di dalamnya. Kini banyak beredar di pasaran ilegal disebut dengan
Psikotropika. Menurut Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang No. 23 tahun 1992
tentang Kesehatan Zat adiktif adalah “bahan yang penggunaannya
dapat menimbulkan ketergantungan psikis “
5.
Narkoba
yang populer saat ini adalah Narkotika dan Psikotropika. Sebagaimana yang
disebutkan oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika pada Pasal 1
ke-1, “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanam-tanaman
atau bukan tanaman, baik alamiah maupun sensintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurang sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dlibedakan
ke dalam golongan-golongan.”.
6.
Kemudian
Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika pada Pasal 1 ke 1-nya
menyebutkan bahwa “Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selekttf
pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku.”
7.
Undang-Undang
juga membenarkan dan mermberi izin penggunaannya kepada dua hal, yakni
keperluan medis atau rumah sakit dan keperluan penelitian atau ilmu
pengetahuan. Pada prinsipnya Narkoba tersebut tidak dilarang jika digunakan
sebagaimana mestinya untuk dua keperluan tersebut. Namun demikian,
kepemilikannya juga harus ada izin tertentu dan pemerintah. Yang dilarang
adalah peredaran gelap dan penyalahgunaannya. Sebagaimana yang kita ketahui
Narkoba banyak ditransaksikan secara sembunyi-sembunyi bahkan terkadang sudah
terang-terangan di dalam lingkungan masyarakat untuk dikonsumsi dengan
mengambil efeknya berupa kesenangan, padahal kita ketahui dampak negatifnya
sangat berbahaya yang dapat saja menimbulkan komplikasi berbagai macam penyakit
hingga kematian.
B. Saran
Dalam perundang-undangan sudah dijelaskan
mengenai penyalahgunaan narkotika yang mana tentang Narkotika yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 . Dalam Upaya penanggulangan penyalahgunaan
Narkoba dapat dilakukan melalui Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk
masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan
adalah lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba
dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam
keluarga, bimbingan dan penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan
masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam
oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan
tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
Dalam Upaya penanggulangan bahaya Narkoba
tidak semata-mata tugas Pemerintah (Kepolisian), tetapi merupakan tugas dan
tanggung jawab kita bersama. Untuk itu harus ada upaya terpadu (integrated)
dari semua pihak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, ulama, LSM dan
Pemerintah untuk bersatu padu mencegah dan memberantas bahaya Narkoba.
Masing-masing dapat berperan sesuai bidangnya masing-masing, proporsional dan
tidak melanggar rambu-rambu hukum. Mari kita perangi narkoba, selamatkan
saudara-saudara kita dan menyelamatkan generasi muda.
Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri
khususnya pada Direktorat narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan
penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna
lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
Dengan makin canggihnya modus operandi yang
dilakukan jaringan pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke
Indonesia, maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan
sarana/peralatan deteksi Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector
canggih, dog detector (dengan anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain sehingga
dapat menggagalkan masuknya Narkoba ke Indonesia.
Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus
Narkoba pada ota-kota besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk
direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan
narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka
tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan
demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat
bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.
Guna meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif,
perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada
pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk
tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan
sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya. Kenyataan
menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat
tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi
sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara
selain membuat masa depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan
narapidana lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu
atau mengilhami mereka untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika
mengalami kegagalan dalam kehidupan berma-syarakat.
DAFTAR PUSTAKA
- https://dimaslova.wordpress.com/2008/12/01/upaya-penanggulangan-penyalahgunaan-narkoba/, diakses pada hari Rabu, 17 Juni 2015 pukul 19.00 Wib.
- http://www.merdeka.com/foto/peristiwa/terlibat-peredaran-narkoba-di-lp-cipinang-sipir-imran-dipecat.html, diakses pada hari Rabu, 17 Juni 2015 pukul 19.00 Wib.
- http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150522225049-12-55150/bnn-bongkar-peredaran-narkoba-antar-lapas/, diakses pada hari Jumat, 19 Juni 2015 pukul 21.00 Wib.
- http://news.detik.com/read/2015/06/08/095357/2935931/10/bantu-gembong-narkoba-freddy-budiman-sipir-lp-cipinang-dicopot-yasonna, diakses pada hari Minggu, 21 Juni 2015 pukul 18.30 Wib.
- http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f268edeb957/polri-bnn-samakan-persepsi-pemberantasan-narkoba, diakses pada hari Senin, 22 Juni 2015 pukul 13.00 Wib.
- https://polmas.wordpress.com/2014/10/17/strategi-pencegahan-kejahatan-dalam-rangka-harkamtibmas/, diakses pada hari Kamis, 25 Juni 2015 pukul 09.00 Wib.
2 komentar
if caught using drugs should punish police heavier users and dealers
BalasHapushttp://www.sanadomino.com
masyarakat juga harus ikut berperan aktif dalam membantu aparat dalam memberantas narkoba
BalasHapusobat viagra
viagra asli