tugas tulisan

PERAN PSIKOLOGI FORENSIK DALAM MENGANALISA PERILAKU AGRESIF (KEJAHATAN KEKERASAN ) YANG DILAKUKAN OLEH PELAKU ANAK-ANAK ATAU REMAJA

22.17handreasstik66

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (mactsstaat) yang mana penjelasan tersebut juga tercamtum didalam UUD 1945. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa hukum memiliki peran yang penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukum memiliki peran sebagai kontrol sosial untuk mewujudkan masyarakat yang adil, tertib dan damai sejahtera. Dengan kata lain segala perihal perilaku baik didalamnya pemerintah, swasta, dan tentunya warga Negara Indonesia dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Namun faktanya hukum tersebut belumlah mampu berperan maksimal dalam pengejawantahannya sehingga belum mampu menciptakan rasa yang adil, ketertiban dan kedamaian secara optimal. Masalah utama didalam hukum adalah pada pembuatan hukum dan penegakannya (Marimbing dalam Sunarni, 2004).
Oleh karena dalam penegakannya hukum memiliki batasan-batasan dalam penerapannya, maka dibutuhkan berbagai macam ilmu pendukung lain sebagai penunjang dalam penerapan penegakan hukum. Salah satu ilmu yang dapat menunjang penerapan penegakan hukum tersebut adalah Psikologi Forensik.
Psikologi forensik merupakan penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum. Beberapa akibat dari kekhilafan manusia yang mempengaruhi berbagai aspek dalam bidang hukum adalah penilaian yang bias, ketergantungan pada stereotip, ingatan yang keliru, dan keputusan yang salah atau tidak adil. Karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang.  (Baron & Byrne,2004:217).[1]
Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes di pengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat dimengerti (Michael Nietzel,1986). Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan informasi psikologis ke dalam kerangka legal (David L. Shapiro,1984).[2]
Dalam penulisan makalah ini, penulis memfokuskan pada peran psikologi forensik dalam menganalisa perilaku agresif (kejahatan kekerasan) yang dilakukan oleh pelaku anak-anak atau remaja.         

B.  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.     Bagaimana peran psikologi forensik dalam menganalisa perilaku agresif (kejahatan kekerasan) yang dilakukan oleh pelaku anak-anak atau remaja ?
2.     Program apa yang dapat dirancang oleh Polres atau Polsek dalam menghadapi perilaku kekerasan remaja atau kejahatan kekerasan (baik instrumental ataupun reaktif) agar tercipta keamanan dan ketertiban ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Peran psikologi forensik dalam menganalisa perilaku agresif (kejahatan kekerasan) yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja
            Forensik berasal dari kata yunani yang diadopsi juga oleh bahasa latin yang artinya debat (diskusi) tentang pihak-pihak yang berperkara sebelum masuk kedalam sidang yang akan memutuskan siapa yang bersalah (pihak yang menuntut maupun yang dituntut itu berdebat). Proses debatnya ini menggunakan segala pengetahuan yang dimiliki, dan pengetahuannya inilah yang disebut pengetahuan debat atau sekarang bahasanya kita pakai adalah forensik.
Makna lain daripada forensik adalah pengetahuan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu (sains).
Kita tahu bahawa pada awalnya ilmu yang berkembang adalah ilmu alamiah. Maka pada tahap awalnya yang digunakan untuk berdebat ini adalah ilmu-ilmu alam, tetapi dalam perkembangan dibidang keilmuan sendiri, ilmu merebak kebidang sosial, salah satu dari ilmu yang merebak kebidang sosial ini adalah psikologi (ilmu tentang perilaku manusia).
Disisi lain sebelumnya telah berkembang ilmu-ilmu alam yang digunakan untuk mendukung penegakan keadilan ini, dan semua ilmu yang terdahulu dapat kita golongkan sebagai hal-hal yang akan mempelajari material atau fisik. Jadi kalau kita bedakan kita belajar psikologi forensiknya dan nanti sesudahnya ada banyak nama yang bisa dilihat (fisika forensik, kimia forensik, toksikologi forensik, kedokteran forensik dan seterusnya) semuanya itu adalah menyangkut benda. Misalnya toksikologi forensik yang merupakan ahlinya melihat bersemayamnya toksik itu didalam penyelidikan, nanti yang dibicarakan adalah mengenai tubuh manusia, baik secara parsial (lambung, paru-paru, jantung dan sebagainya) maupun benda-benda yang masih menempel di gelas, piring dan sebagainya.
Dengan mengetahui makna dari Psikologi forensik kita dapat mengetahui perannya di dalam pelaksanaan tugas di Kepolisian khususnya peran psikologi forensik dalam menganalisa perilaku agresif (kejahatan kekerasan) yang dilakukan oleh anggota polri.
Penggambaran psikologi forensik di acara populer, buku dan film yang disebabkan gelombang yang menarik di lapangan, terutama selama beberapa tahun terakhir. Namun, ini glamor penggambaran profesi dan tidak sepenuhnya akurat. Orang-orang yang berlatih psikologi forensik tidak “psikolog forensik.” Ketat Mereka juga bisa menjadi psikolog klinis atau psikolog anak, tetapi keahlian mereka atau pengetahuan mungkin diminta untuk memberikan penilaian, kesaksian dan rekomendasi dalam kasus hukum. Beberapa peran mereka termasuk menentukan kompetensi individu untuk diadili, penilaian kesehatan mental dalam kasus pembelaan kegilaan, dan penilaian forensik khusus dari kepribadian individu. Misalnya, seorang psikolog klinis mungkin akan diminta untuk menilai kesehatan mental tersangka atau seorang psikolog anak akan diminta untuk mengevaluasi anak yang dilecehkan atau mempersiapkan mereka untuk kesaksian pengadilan dalam kasus pidana atau tahanan anak.
Psikolog forensik bekerja di penjara-penjara, kantor polisi, firma hukum, pusat rehabilitasi atau lembaga pemerintah dan berhubungan langsung dengan pengacara, terdakwa, korban, keluarga atau pasien dalam lembaga tersebut. Tanggung jawab mereka dalam lembaga – lembaga pemasyarakatan melibatkan penilaian psikologis biasa, sesi individu dan kelompok terapi, manajemen kemarahan atau krisis dan lainnya yang diperintahkan pengadilan evaluasi. Karya psikologi forensik juga termasuk bekerja dengan departemen polisi, untuk mengevaluasi personil penegak hukum dan memberikan pelatihan tentang profil kriminal dan kursus yang relevan lainnya. Ada juga mereka yang lebih memilih kegiatan akademik di perguruan tinggi untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang kriminologi, hukum dan perilaku manusia. Menganalisis tren kejahatan, profil kriminal dan efektif perawatan kesehatan mental adalah beberapa topik yang dibahas oleh psikologi forensik.
Oleh karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang. Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes dipengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat dimengerti. Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan informasi psikologis ke dalam kerangka legal.[3]
Adapun peran psikologi forensik (Markam, 2003) mencakup peran psikolog Phares yaitu antara lain:
1.  Psikolog dapat menjadi saksi ahli. Ada perbedaan antara saksi ahli dan saksi biasa. Saksi ahli harus mempunyai kualifikasi (Clinical Expertise), meliputi pendidikan, lisensi, pengalaman, kedudukan, penelitian, publikasi, pengetahuan, aplikasi, aplikasi prinsip-prinsip ilmiah serta penggunaan alat tes khusus.
2.  Psikolog dapat menjadi penilai dalam kasus-kasus criminal, misalnya menentukan waras/ tidaknya (sane/ insane) pelaku criminal, bukan dalam arti psikologis, namun dalam arti legal/ hukum.
3.  Psikolog dapat menjadi penilai bagi kasus-kasus sipil. Termasuk didalamnya menentukan layak tidaknya seseorang masuk Rumah Sakit Jiwa, kekerasan dalam keluarga dan lain-lain.
4.   Psikolog dapat juga memperjuangkan hak untuk memberi/ menolak pengobatan bagi seseorang.
5. Psikolog diharapkan dapat memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan seseorang. Misalnya dampak baik/ buruk mempersenjatai seseorang. Psikolog diharapkan tahu tentang motivasi, kebiasaan dan daya kendali seseorang.
6.   Psikolog diharapkan dapat memberikan treatmen sesuai dengan kebutuhan.
7.  Psikolog diharapkan dapat menjalankan fungsi sebagai konsultan dan melakukan penelitian di bidang psikologi.[4]

Bagian psikologi kepolisian (bagpsipol) merupakan salah satu bagian dari biro psikologi Polri yang khas dan unik.  Sebagai ujung tombak organisasi yang berisi psikologi aplikatif (terapan)  untuk menunjang tugas-tugas  operasional kepolisian yang meliputi pembuatan kompetensi psikologis saksi atau tersangka,  analisa kasus, profiling dan otopsi psikologis, dan pelayanan masyarakat. Artinya dalam psikologi kepolisian ini profesi psikolog polisi harus mampu menterjemahkan bahasa psikologi menjadi bahasa polisi khususnya dalam mengungkap sebuah perkara (penyidikan kasus). Hal ini tentunya tidak diterapkan pada seluruh bentuk kasus namun terbatas pada kriminalitas khusus dengan skala prioritas dipandang memiliki nuansa psikologis (pembunuhan, perkosaan, terorisme, narkoba,dan lain sebagainya).
Dari peran psikologi forensik yang telah disebutkan diatas maka beberapa hal yang dapat dilakukan Polri dalam menghadapi pelaku anak-anak atau remaja yang melakukan  kejahatan atau kekerasan, antara lain :
1.     Psikologi forensik dapat membantu penyidik dalam proses penyidikan maupun penyelidikan untuk mengetahui kondisi kejiwaan dari pelaku, apakah disebabkan karena pengaruh internal (personal tendency toward violence) atau pengaruh eksternal (situational tendency toward violence). Pengaruh internal dalam hal ini dapat disebabkan keturunan (genetic predisposition), pengaruh fisiologi (physiological) atau sejarah pengalaman (learning history).
2.     Psikologi forensik juga bisa membantu penyidik dalam mengungkap motif kejahatan yang dilakukan oleh pelaku.  Dalam pemeriksaan biasanya pelaku cenderung diam dan kurang kooperatif, bahkan enggan dalam memberikan keterangan kepada penyidik sehingga dengan menggunakan keilmuan psikologi forensik melalui pendekatan psikologis akan mampu menggali banyak keterangan yang akan membantu penyidik mempermudah proses penyidikan.
3.     Psikologi forensik memberi masukan dan bantuan kepada penyidik tentang langkah apa yang harus diambil untuk memberikan pembinaan, terapi dan rehabilitasi bagi si pelaku anak-anak atau remaja.

Produk-produk yang diharapkan dari psikologi forensik dalam sebuah penyidikan  kasus antara lain :
1.     Pemeriksaan Psikologi (Kompetensi Psikologi)
Pemeriksaan psikologi ini merupakan sebuah proses psikodiagnostika yang diberikan kepada seseorang yang menjadi saksi, tersangka, ataupun korban (bila memungkinkan) dalam tindak pidana tertentu. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh informasi psikologis (potensi, kepribadian, profile psikologi, dls) tentang seseorang berkaitan dengan peristiwa pidana tertentu untuk diinformasikan kepada penyidik untuk mengambil langkah – langkah tertentu guna mendukung proses penyidikan.
Tanpa mengecilkan pemeriksaan terhadap subyek yang lain pemeriksaan ini biasanya lebih diarahkan kepada tersangka untuk mengetahui dinamika psikologi seseorang (motif, kebohongan, indikasi psikopathologis) dan saran terhadap penyidik supaya dapat mengambil langkah-langkah tertentu yang menuntut kesegeraan.
Contoh : Ryan,  Babe,  Antasari Azhar, Sumanto.
2.     Profiling Psikologi
Profiling psikologi merupakan serangkaian kegiatan profesi psikolog untuk mengidentifikasi ciri-ciri yang bersifat khusus tentang seseorang  atau lebih yang diduga menjadi pelaku tindak kejahatan berdasarkan fakta-fakta di lapangan (Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara). Artinya profesi psikologi harus mampu menyelenggarakan psikodiagnostik terhadap seseorang tanpa harus bertemu dengan seseorang namun hanya berdasarkan pada jejak-jejak yang ditinggalkan (perilaku adalah ekspresi jiwa seseorang, dan TKP merupakan hasil perilaku seseorang).
Dalam Profiling ini psikolog tidak harus (tidak mungkin) menunjuk pada nama/ identitas seseorang secara langsung namun lebih bersifat membantu penyidik  (memperkecil dan mempermudah) dalam memperkirakan siapa yang menjadi pelaku dengan ciri-ciri yang termuat dalam profiling. Lebih mempertajam daripada sekedar memperkirakan modus operandi.
Contoh : Korban mutilasi, korban pembunuhan, kasus bom.
3.     Autopsi Psikologi
Menegakkan psikodiagnostik dengan membuat gambaran tentang kepribadian seseorang (yang sudah mati) berdasarkan allo-anamnese dan berbagai keterangan lainnya dari lingkungan untuk membuat profile perilaku tertentu (masih diperdalam psipol) dan didatakan untuk kepentingan lainnya.
Contoh : Membuat profile tentang pelaku bunuh diri, Membuat profile tentang orang yang cenderung menjadi korban (victimologi).
4.     Analisa Psikologi
Kegiatan yang berupa tulisan yang berisi analisa psikologi tentang trend kejahatan atau kriminalitas tertentu dan kemudian membuat saran-saran dan prediksi tertentu (kasuistik, actual, dan berjangka waktu).
Contoh : Kejahatan bulan ramadhan, tren bunuh diri pada anak-anak, penyalahgunaan senjata api, KDRT.

B.  Program Polres dalam menghadapi perilaku kekerasan pada pelaku kejahatan kekerasan (baik instrumental ataupun reaktif) agar tercipta keamanan dan ketertiban.
            Psikologi forensik banyak memiliki peran yang penting dan besar bagi pelaksanaan tugas Polri yaitu dalam membantu mengungkap berbagai permasalahan berkaitan dengan terjadinya suatu tindak kejahatan atau kekerasan, khususnya tindak kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh remaja. Oleh karena itu Polri dalam hal ini Polres ataupun Polsek yang merupakan ujung tombak dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat perlu menyusun program-program dalam menghadapi kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku anak-anak atau remaja. Adapun program yang dapat diracang ditingkat Polres atau Polsek antara lain :
1.     Melakukan pendekatan dan penyuluhan kepada masyarakat untuk bersama-sama mencegah dan mengatasi perilaku kekerasa dan atau kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja. Karena hal tersebut merupakan tanggung jawab bersama yang tidak mungkin hanya bisa dilakukan sendiri oleh Polri tanpa peran serta dari orang tua dan masyarakat itu sendiri.
2.     Pendekatan kepada instansi terkait untuk bersama-sama mencegah dan mengatasi perilaku kekerasan atau kejahatan oleh anak-anak atau remaja.
3.     Melakukan penjelasan/ informasi mengenai bahaya, dampak dan sanksi pidana mengenai perilaku agresif yang menyebabkan terjadinya kekerasan dan atau pidana oleh anak-anak atau remaja melalui media cetak maupun media elektronik (melalui media sosial seperti kaskus, facebook, twitter, path, dan lain-lain).
4.     Mengajak masyarakat dan instansi terkait untuk mengampanyekan anti kekerasan dan kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja demi masa depan bangsa yang mulia.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Psikologi forensik merupakan salah satu ilmu forensik yang mempunyai peran penting dalam membantu proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh anggota Polri khususnya dalam hal ini kekerasan dan atau kejahtan yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja.
            Perlunya inovasi maupun teobosan kreatif melalui program yang dapat dirancang oleh Polres dalam menghadapi permasalahan yang marak terjadi di masyarakat khususnya perilaku tindak kekerasan atau kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak atau remaja. Sehingga dari program tersebut setidaknya dapat mencegah maupun meminimalisir munculnya perilaku yang menyimpang dan mengarah pada tindak kekerasan atau kejahatan. Diharapkan pula kedepan dengan adanya psikologi forensik, Polri akan lebih profesional dalam menganalisa permasalahan atau tren kejahatan yang muncul sehingga dapat dicegah secara dini ataupun dapat dijadikan acuan dalam menyusun strategi di masa datang dalam menghadapi tindak kekerasan maupun kejahatan khusunya oleh anak atau remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Untung, Leksono. Makalah Pemanfaatan Psikologi Kepolisian. 2010, Mei.
Wirnandi, Jofian. Makalah Upaya Polri Melalui Psikologi Forensik Dalam Mengantisipasi Tindak Kejahatan Dengan Pelaku Anak atau Remaja. 2015, April.




[1] http://dinazainuddin.blogspot.com/2012/12/psikologi-dan-peranannya-dalam.html. Diakses pada hari Minggu, 12 April 2015 pukul 20.30 wib.
[2] http://dinazainuddin.blogspot.com/2012/12/psikologi-dan-peranannya-dalam.html. Diakses pada hari Minggu, 12 April 2015 pukul 20.30 wib.

[3] http://matakristal.com/apa-itu-psikologi-forensik/. Diakses pada hari Minggu, 12 April 2015 pukul 21.00 wib.
[4] http://yannytuharyati.blogspot.com/2009/06/psikologi-forensik.html. Diakses pada hari Minggu, 12 April 2015 pukul 21.40 wib.

You Might Also Like

1 komentar

Popular Posts

Flickr Images

Formulir Kontak