featured
tulisan
Kemajemukan Sistem Politik Sejalan dengan Berkembangnya Corak Kehidupan Masyarakat Majemuk
03.18handreasstik66Kemajemukan Menuju Indonesia |
Keragaman kebudayaan mendorong terciptanya juga keragaman sistem
politik.
Mengapa kita perlu bicara kemajemukan sistem politik ini
artinya kita ingin melihat interaksi dan domain dari masing-masing sistem
politik itu, jadi tidak ada yang namanya sistem politik tunggal dinegara kita
yang majemuk itu melainkan beragam bentuknya dan perwujutannya juga berbeda
dalam konteks yang berbeda satu dengan yang lain.
Secara konseptual apa itu politik, merujuk pada tulisan F.
Bailey judulnya Strategems
and Spoils (buku klasik dalam kajian antropologi
politik). Tulisannya menunjukkan kepada kita kalau kita melihat politik sebagai
sebuah sistem maka dia akan dibangun berdasarkan seperangkat unsur-unsur yang
satu sama lain terkait secra fungsional/ saling melengkapi. Unsur-unsur
pembentuk sebuah sistem politik, jadi ada fields (battle konflik/ kepentingan-kepentingan
yang harus diperjuangkan) selain field ada arena (tingkatan apakah politik itu
berlangsung dalam arena nasional, lokalatau dalam arena politik tingkat lokal).
Kemudian juga ada power, legitimasi, pendukung, misi dan segala macam.
Ada orang namaya Hans
Dieter Evers, beliau melihat bahwa sistem politik ini merupakan wadah
dimana batas-batas suku bangsa itu menjadi kendur/ melemah, jadi suku bangsa
yang beraneka ragam di Negara kita ini melalui sistem politik yang berkembang
dikategorikan sebagai pendukung dan elite politik, ada dua kategori saja yang
mengintegrasikan keberagaman suku bangsa. Menurutnya di Negara dunia ketiga
khususnya di Indonesia para pendukung politik itu sering dikategorikan sebagai massa apung (mengambang-ngambang
istilahnya). Apa itu massa apung, ada beberapa indikator untuk melihat kelompok
ini, jadi melalui konsep massa apung ini dia menunjukkan bahwa jarak antara
elite politik dan pendukungnya itu sangat jauh (jarak sosial dan ekonominya)
sehingga massa apung ini punya perilaku politik yang khas yang kata Hans Dieter Evers salah satunya
sebenarnya mereka tidak mempunyai orientasi politik sendiri, mereka mengikuti
orientasi politik yang dibentuk oleh elite politik yang kita dukung (salah satu
indikatornya). Oleh karena itu tidak heran kita dalam proses politik itu para
pendukung suka berpindah-pindah partai (yang dapat kaos, dapat uang 50 ribu,
tempat yang dapat lebih banyak itu yang dipilih) tidak ada ideologi yang kuat
pada mereka untuk memilih dan memang mereka ini berada pada struktur sosial
yang paling bawah dalam piramida masyarakat kita. Dan kharakteristik lainnya
bahwa masyarakat suku bangsa yang heterogen itu oleh karena mereka merubah
identitasnya menjadi massa apung itu mereka cenderung tergolong menjadi homogen
(dalam arti adalah pendukung salah satu partai politik tertentu). Konsep massa
apung ini terkait dengan salah satu unsur penting dalam sistem politik yang
disebut sebagai supporting/ pendukung/ elemen pendukung. Meskipun fenomena ini
ditemukan sekitar tahun 1978 sampai sekarang masih kelihatan warna dan hiruk
pikuknya terutama dalam proses politik itu. Perjuangan yang Nampak adalah
perjuangan ganti-ganti baju oleh kelompok yang namanya massa apung, ini
kharakteristik pendukung partai-partai politik yg bertarung memperjuangkan misi
mereka.
Jadi mengapa model Hans
Dieter Evers ini ditampilkan, untuk mengidentifikasi bagaimana terbentuknya
kelompok pendukung dan yang didukung dalam suatu proses politik dan kemudian
bagaimana tingkah laku para pendukung ini dalam proses-proses politik ini serta
darimana asal para kelompok pendukung ini, yang jadi target adalah alat tukar,
kaos dan sembako. Jadi bukan persoalan ideologi yang mereka perjuangkan.
Keberagaman kebudayaan selain mendorong terciptanya
keberagaman sistem politik, juga mendorong kemajukan sistem ekonomi, jadi dari
persoalan2 sistem politik ini Negara/ bangsa majemuk seperti bangsa kita ini
itu memiliki 3 model sistem politik (ranah, orientasi dan latar kebudayaan yang
berbeda) yang naungannya itu berbeda-beda :
- Sistem politik nasional. Landasannya sama dengan kebudayaan nasional yaitu UUD 45 dan pancasila (nilai-nilainya terekam dan tersimpan didalamnya). Itu berlaku universal dari sabang-merauke.
- Sistem politik lokal. Dikembangkan oleh suku bangsa dominan diwilayah yang bersangkutan, jadi proses, seleksi pelaku-pelaku politik, orientasinya adalah orientasi kebudayaan suku bangsa setempat, relasinya adalah relasi kekerabatan. Jadi banyak sekarang didaerah banyak orang-orang kuat yang tumbuh dari komunitas suku bangsa setempat. Kemarin ramai dibicarakan, mereka ini makin menonjol perannya sebagai wakil dari masing-masing daerahnya, jadi warna etnisitas dari politik lokalini sangat kuat.
- Sistem politik tingkat lokal. Ini baru (merupakan jembatan dari politik nasional dan politik suku bangsa) artinya dalam politik tingkat lokalada perpaduan/ warna antara politik lokaldan politik nasional. Sekarang yang banyak dibicarakan orang adalah otonomi daerah, ini merupakan warna salah satu bentuk konkret dari politik tingkat lokalini (pemduan dua sistem politik tadi). Karena selama ini banayk terjad relasi antara politik nasional dan politik lokalitu sifatnya saling menguasai, jadi politik nasional berada diatas politik lokal(politik-politik suku bangsa). Ini munculnya kaitannya terutama proses penguasaan sumber daya lokal jadi politik nasional lebih dominan dibandingkan dengan politik lokalmeskipun umurnya lebih lama politik lokal daripada politik nasional. Untuk menegarai ketegangan ini maka dibangun suatu sistem politik yang namanya politik tingkat lokal berbeda dengan politik lokal. Ada istilah tambahan tingkat yang megandung arti perpaduan antara dua sistem politik ini, jadi unsur-unsur lokal dan nasional juga ada. Biasanya unsur-unsur lokal kuat dalam warna etnisitas dan sistem kekerabatan sebagai pedoman dalam bertindak masing-masing actor-aktor politik ini.
Konsekuensi lebih lanjut dari kemajemukan kebudayaan yang
kita miliki, yaitu tumbuhnya apa yang disebut dengan kemajemukan sistem ekonomi
yang menjadi pegangan/ sumber kehidupan warga/ masyarakat Indonesia yang
majemuk secara budaya.
Dalam membahas tentang sitem ekonomi/ kemajemukan ekonomi,
ada satu tesis yang berkembang dalam kajian antropologi, yaitu bahwa para
antropologi itu kalau bicara tentang ekonomi selalu memulai dari premis bahwa
apapun bentuk kegiatan ekonomi itu selalu embedded atau menempel dalam ragam hubungan-hubungan
sosial artinya bahwa kegiatan ekonomi itu dselenggarakan tidak semata-mata
untuk pertimbangan rasionalitas ekonomi tapi ada faktor-faktor non ekonomi
lainnya yang berkembang dalam berbagai bentuk hubungan sosial yang memengaruhi
terbentuknya kegiatan ekonomi tadi. Ada dimensi religius, misalnya pasar jium
di Jakarta, kalau bulan ramadhan ramai orang berdatangan berdagang disetiap
sudut jalan tumbuh (artinya bahwa kegiatan ekonomi itu dirangsang oleh unsur religius
setempat), begitu ramadhan selesai maka hilang pasarnya.
Ini kata T.G. McGee
(1977) dia melihat fenomena embedded kemudian ada Prof. Clifford Geertz (dengan tulisan penjahan dan raja) disini
juga batas-batas suku bangsa itu dilunakkan, jadi kalau dalam market ekonomi
kata Prof. Clifford Geertz (1967)
yang ada Peddlers (Produsen) and Prince (pembeli adalah raja, dia
yang nawar kalau dia tidak suka ya tidak dia beli tidak bisa dipaksa) ini
merupakan dua kategori sosial yang muncul dalam sistem ekonomi masyarakat
majemuk. Jadi fungsinya adalah memperlunak batas-batas sosial suku bangsa/
wadahnya dimana batas-batas sosial itu menjadi kendur atau dilhilangkan sama
sekali. Ini sebenarnya berkembang adari tesisnya Furnivall, J.S (1948) yang
dia katakan dalam masyarakat majemuk wadah interaksi dari semua suku bangsa
yang berbeda itu adalah pasar/ market disitu mereka berkumpul dan begitu mereka
kembali dari pasar kepemukimannya maka batas-batas sosial suku bangsa itu
dipertajam lagi.
Kemudian ada yang namanya buke dia memberikan kharakteristik
kemajemukan sistem ekonomi dinegara kita dia mengatakan sektor modern (industri)
dan sektor tradisional (pertanian) karena akulturasi kebudayaan dengan
bangsa-bangsa maju (orang eropa) maka terbentuk dikotomi dualisme ekonomi yang
terpisah satu sama lain. Model ini dikembangkan menjadi satu konsep baru yang disebut
sector bazaar, jadi sekarang ini dimasyarakat kita berkembang sistem ekonomi yang
satu namanya firm sektor (sektor firma) yang arahnya indusrialisasi dan sector
bazaar (dari sisi informal/ wilayah dagangnya di pinggir jalan, trotoar jalan,
suka dibersihkan oleh satpol PP padahal secara ekonomi sumbangannya cukup besar
dalam menampung para usia pekerja dinegara kita ini, karena :
- Sector Bazaar ini sifatnya missal (mampu menampung banyak tenaga kerja disektor ekonomi, bahkan ada studi yang mengatakan saat kita mengalami krisis ekonomi katup pengaman lapangan kerja bidang ekonomi dinegara kita ini adalah lapangan kerja sector bazaar ini.
- Sector bazaar ini bersifat mandiri tidak membebani anggaran keuangan Negara.
- Sector bazaar ini lebih bertumpu pada kegiatan-kegiatan industri rumah tangga (bukan pabrikan) jadi modalnya lebih kecil. Oleh karena itu sifatnya lebih subsistem (tidak dimungkinkan terjadi akumulasi capital yang besar seperti diindustri) tapi pendapatannya hanya sekedar cukup hidup dan self sufficiency.
T.G. McGee menemukan diasia tenggara bahwa
Sector bazaar ini dapat memenuhi sampai 70% kebutuhan dasar masyarakat lapisan
bawah. Ini menarik, seringkali dilihat sector bazaar ini adalah lawan dari sector
firm. Belum banyak yang melihat keterkaitan antara sector bazaar ini, saya
pernah melakukan studi di kepri, kita melihat bahwa sector bazaar ini yang
mendukung keberadaan sector firm dalam konteks yang lebih kecil, dalam konteks
yang lebih besar dijakarta juga begitu. Bisa kita bayangkan misalnya mall di
kasabanka, pekerja di mall bisa mengonsumsi bahan pangan atau produk dari sektor-sektor
bazaar
sesuai dengan kemampuan mereka, tidak mungkin mereka mengonsumsi produk-produk
yang dijual di Mall itu. Akhirnya mereka lari kesitu, makan siang larinya ke
sector bazaar gak mungkin mereka makan direstoran besar tempat mereka bekerja
(berapa biayanya). Ini yang dimaksud link (keterkaitan) antara sector
bazaar dan sector firm tadi, sementara masih dilihat sebagai jamur yang
mengganggu keindahan kota, setiap saat dibubarkan/ dihanguskan tapi links
nya ini kurang dipahami. Kalau semua sector firm ya tidak mungkin. Dia
mendukung keberadaan sector firm terutama pekerja-pekerja disektor firm.
Disisi produk kadang-kadang sektor bazaar ini menampilkan
ekspresi identitas kesuku bangsaan, jelas coba kita berjalan ke Blok M, orang
jual soto saja ada beberapa suku bangsa penjual soto disitu mulai Soto Betawi,
Soto Tangkar, Soto Padang, Soto Lamongan, Kepala Kakap itu warna etnisitasnya
keluar/ tampak. Jadi areal atau spacenya itu bukan hanya fisik tapi etnisiti,
semua terutama kuliner pasti ada label etnisitasnya. Makanya tadi prinsip
teritorialnya itu sangat kuat dalam ekonomi bazaar. Misalnya ada lagi tukang
kredit dari daerah sini, tukang jual kompor dari daerah sana itu jelas teritorial-teritorial
kesukubangsaannya.
Disektor firm semua identitas hilang (market murni), jadi
sector bazaar warna etnisitasnya kuat, disitu juga ada proses rekruitmen
berdasarkan latar belakang etnis, kekerabatan atau daerah asal yang sama. Saya
dulu melakukan studi dengan LIPI tentang penjual Soto Lamongan rekruitmennya
orang lamongan semua, gak bisa disalahkan karena berdasarkan pertimbangan
kepercayaan itu lebih keluar terhadap faktor-faktor wilayah asal dan
kekerabatan. Mereka lebih aman dan nyaman merekrut pelaku-pelaku atau
pekerja-pekerja yang berasal dari daerah asal. Karena proses akumulasi capital
disektor bazaar ini “relatif rendah” maka prospek jangka panjangnya agak gak
jelas. Kadang-kadang lagi laris-larisnya tiba-tiba harus pindah ketempat lain
karena proses sesuatu kemudian hilang pelanggannya, mundur lagi, gak ada
jaminan keberlangsungan lebih panjang dari sector bazaar ini. Disektor bazaar
ini orang bebas tawar menawar berdasarkan kekuatan. Disektor firm tidak ada
tawar menawar, semuanya fix price.
Disektor bazaar ini orang bisa mengambangkan relasi sosial, mengembangkan hubungan-hubungan
impersonal apakah berdasarkan suku bangsa, kekerabatan dan mungkin keyakinan-keyakinan
keagamaan tertentu bisa ditumbuhkan disini, jadi hubungan lebih personal.
Semua ini kemajemukan ekonomi, politik, sistem hukum itu
adalah produk lebih lanjut dari kemajemukan kebudayaan karena berbagai
kemajemukan ini merupakan unsur-unsur terpenting dari sebuah kebudayaan.
Corak hubungan sosial yang berkembang dalam bentuk
kemajemukan-kemajemukan tadi. Salah satunya dikenal dengan sebagai hubungan patron-client
relationship.
Jadi secara definisi James Scott
(1977) dalam tulisannya patron-client politics and political changes
in southeast asia mengatakan bahwa hubungan patron-client adalah
hubungan dyadic antara seseorang yang digelari patron dan tugasnya
melindungi atau menjamin kehidupan sebagian orang yang mendukungnya (client). Client
ini kemudian berkewajiban membalas apa yang diberikan oleh patronnya dalam
bentuk kesetiaan. Hubungan patron-client ini mempunyai berbagai kharakteristik yang
membedakannya dengan hubungan-hubungan sosial yang lain misalnya yang
membedakan dia dengan klas sosial, kalau klas sosial antara yang patron dan
client itu tidak saling melindungi satu sama lain tapi berkonflik. Satu namaya
labours, satu namanya pemilik alat produksi. Konsep patron-clirnt ini juga
membuktikan bahwa kesenjangan sosial ekonomi tidak selalu berujung pada konflik
seperti melalui anaisis klas sosial, justru melalui patrom-client ini ada
kerjasama diantara mereka yang secara sosial ekonomi yang sangat jauh jenjangnya.
Kerjasama itu seperti yang didefinisikan oleh James Scott. Jadi sebenarnya James Scott melakukan studi ini dia
melakukan kritik terhadap analisis kelas sosial nya Karl Max. kalau Karl Max bilang kesenjangan itu terjadi semata-mata
karena ukuran ekonomi, oleh James Scott ditunjukkan
faktor non ekonomi juga perannya besar dan yang penting tidak selalu berujung
pada konflik. Disini ada beberapa kharakteristik dengan hubungan patron-client.
Hubungan patron-client ini berkembang dalam masyarakat luas dan nantinya bisa
ditemukan diwilayah tugas masing-masing, bagaimana patron dan client ini saling
berinteraksi satu dengan yang lain.
Selain James Scott ada juga ahli lain yaitu Erick Wolf, dia juga membahas tentang patron-client, bukunya Friends patron and power.
- Hubungan antar pelaku itu sifatnya tatap muka (cermin dari kedekatan) antara mereka yang berposisi sebagai patron dan client.
- Mengapa dikatakan dyadic karena didalam hubungan patron-client selalu ada pertukaran (changes) antara ptron dan client (pertukaran itu baik berupa benda maupun jasa yang relatif tetap diantara pelaku.
- Didalam pertukaran itu terjadi ketidak seimbangan nilai barang/ jasa tadi. Biasanya patron member sesuatu yang lebih besar daripada yang diberikan client ke patron. Kalau client bisa member lebih besar, maka dia tidak menjadi client lagi, dia bisa menjadi patron untuk clien yang lain.
- Ketidakseimbangan bentuk pertukaran inilah yang menyebabkan munculnya kategori patron dan kategori client.
- Jalur hubungan antara patron dan client ini sifatnya multipeks atau many stranded. Tidak hanya satu arah/ faktor tapi berbagai faktor misalnya sesorang menjadi client dari patron A karena dia berasal dari daerah yang sama, si B menjadi client dari patron yang sama karena mungkin latar belakang keyakinan keagamaannya sama, atau yang lainnya karena etnisitas, ideologi dll. Tidak ada satu bentuk hubungan tunggal yang menjadi relasi patron dan client ini.
Apakah client bisa jadi patron? Bisa saja tetapi pada konteks
yang berbeda.
Apakah sistem ini berkembang dalam sistem ekonomi dan politik
kita. Mungkin fenomena-fenomena tumbuh baik dilingkungan perkotaan maupun
dipedesaan.
James Scott melanjutkan bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang mendukung munculnya hubungan patron-client
ini yaitu :
- Perbedaan mencolok dari segi wealts (kekayaan), status maupun power. Pada kondisi seperti ini kecenderungan patron-client itu muncul karena masyarakat kita yang berada pada strata paling bawah itu tidak bisa saling menolong satu sama lain kecuali mereka memiliki patron yang bisa menjamin kehidupan mereka.
- Patron-client berkembang pada kondisi dimana tidak ada pranata sosial yang dapat menjamin dipertahankannya wealts (kekayaan), status maupun power.
- Pada kondisi dimana sistem kekerabatan tidak dapat berfungsi untuk menjamin keamanan dan ketertiban ditempat itu.
Jadi memang harus dimulai adanya kesenjangan yang tajam, dari
kesenjangan itu kemudian muncul relasi patron-client ini. Kalau hubungannya
setara mungkin patron-client tidak berkembang, yang ada adalah persaingan. Jadi
memang diperbagai sektor kehidupan kita muncul relasi patron-client ini tapi
gaungnya kadang-kadang menonjol banget, kadang-kadang tersamar-samar. Coba kita
nanti perhatikan pilkada, apakah model ini berkembang. Ini merupakan salah satu
model pengorganisasian masyarakat kita. Jadi kalau kita menangkap hubungan
patron-client ini kita akan mudah kepada siapa kita akan berhubungan.
Ada satu model lagi yaitu Kinship Relationship atau
Kinship Sistem (sistem kekerabatan). Apa bedanya dengan patron-client? kekerabatan berasal dari kata kerabat istilah
antropologinya itu kinship (sekelompok orang/ pengelompokan sosial yang
anggotanya terbentuk atas dasar hubungan perkawinan dan darah), kalau sistem
kekerabatan. Sistem merupakan satu kesatuan yang dibangun oleh sejumlah komponen/
unsur yang berhubungan secara fungsional, jadi kalau sistem kekerabatan itu
adalah perangkat2 aturan yang memberikan posisi/ status sosial yang berbeda
diantara para kerabat tadi. Suku bangsa apapun dalam sistem kekerabatan itu
posisi antara satu kerabat dengan kerabat yang lain cenderung hierarki/
berjenjang artinya masing-masing kerabat itu punya hak dan kewajiban yang
berbeda-beda. Tadi dibilang medan minang, itu antara mamak sama kemenakan
posisinya beda banget, antara kemenakan dengan tulang posisinya beda. Kalau
tulang bilang A maka ikut dia, mau dibantah gak enak rasanya. Ada aturan-aturan
yang menggolongkan masing-masing kelompok kerabat itu, ada yang dihormati
karena dianggap lebih tinggi posisinya, ada yang bisa diajak bercanda karena
setara posisinya, ada yang harus dihindari (avoidance), misalnya mantu perempuan
kalau ketemu mertua laki-laki agak menghindar-hindar. Orang Nayar
di India perempuan kalau ketemu mertuanya harus menggunakan cadar karena
hubungan penghindaran tadi, avoidance (sungkan bertemu) yak
arena posisi sosialnya berbeda.
Posisi sosial dalam sistem kekerabatan bila digabung-gabungkan
akan menjadi dasar terbentuknya satu satuan sosial terkecil dimasyarakat yang
terbentuk berdasarkan relasi kekerabatan, itu namanya family (keluarga) minimal
terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Hubungan ayah dan ibu itu karena
perkawinan (affinitas), hubungan antara ayah dan anak itu karena keturunan/
kelahiran (consanguinity), hubungan antara saudara yang berasal dari satu
ayah dan ibu namanya sibling terbentuk karena hubungan
darah.
Keluarga ini ada 2, ada namanya batigh nuclear family
(keluarga yang terdiri dari ayah-ibu-dan anak-anak yang belum menikah) atau
keluarga luas/ extended family yaitu gabungan dari nuclear family dalam satu
satuan keluarga. Misalnya kalau didayak ada rumah betang (rumah panjang), itu
kan merupakan gabungan dari nuclear family jadi satu, bermacam-macam dayak.
Dayak Sintang dekat perbatasan. Itu contoh dari keluarga luas. Di Sumatra juga
ada, pada orang minang rumah gadang namanya.
Dalam sistem kekerabatan berkembang namanya istilah-istilah
kekerabatan Kinship terminology (ada paman, mamak, sepupu, uwak, pakde,
bude) itu adalah istilah-istilah kekerabatan yang merujuk pada posisi sosial
tertentu yang seringkali harus kita hormati dalam hierarki kekeluargaan
(kekerabatan). Misalnya Keluarga Besar Mabes Polri, apakah itu nuklear atau
extended?
Dalam sistem kekerabatan juga ada macam-macam garis
keturunan, ada garis keturunan yang satu arah (unilineal descent group,
missal matrilineal, patrilineal) kemudian ada bilateral/ ambilineal (double
descent) dua-dua. Patrilineal itu banyak ada orang batak, papua,
sedangkan matrilineal seperti padang. Pada
bilateral dua-dua/ sekaligus misalnya orang jawa, melayu itu bilateral.
Kemudian ada ambilineal, ini dua-dua tapi dia pilih, apakah garis ibu atau
garis ayah, contoh Iban (orang dayak di Betang) ada garis polihan dua-dua tapi
satu.
Ahli suka mengutak-atik tentang sistem kekerabatan dan garis
keturunan, kalau diantropologi dia membuat skema kekerabatan itu seperti
menulis matematika (kalau segitiga simbol laki-laki, kalau perempuan ada garis
dll).
George.P. Murdock menulis buku cognatic form of social
organization jadi didalam
disiplin antropologi, kinship ini menjadi pusat kajian yang amat sangat penting
karena kinship inilah yang menjadi dasar utama terbentuknya berbagai
kelompok-kelompok sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kinship ini disebur
sebagai organisasi sosial (social organization) jadi yang dimaksud social
organization dalam kajian kebudayaan adalah kekerabatan (kinship).
Kinship dan kekerabatan sosial bendanya sama tapi pembahasaannya berbeda. Murdock
membagi kelompok kekerabatan ini menjadi 3 yang semuanya universal (semua
masyarakat dimuka bumi) selama masyarakat manusia berarti 3 kategori ini ada,
tapi tidak berlaku pada masyarakat bukan manusia.
- Corporate kin-groups. Bentuk konkret dari nuclear dan extended family karena jumlah anggotanya relatif kecil dan masing-masing anggota masih saling kenal satu dengan lainnya. Saling berinteraksi dalam melakukan aktifitas-aktifitas bersama, missal kalau ada peristiwa-peristiwa terkait dengan daur kehidupan (pubertas anak-remaja-dewasa-meninggal dunia, mereka datang berkumpul dan saling bertemu.
- Occasional Kin-Groups. Berasal dari kata kadang kala, disini jumlah anggotanya itu relatif besar dan seringkali sudah tidak kenal lagi (jarang bergaul) misalnya kalau ditanya “Itu saudara kamu?”, “Iya saudara tapi saudara jauh, sudah hampir gak kenal deh karena jauh”, bukan hanya jarak tapi frekuensi pertemuan jarang sekali dilakukan kecuali pada peristiwa-peristiwa tertentu yang penting banget muncul. Contoh dalam kehidupan masyarakat disebut kindred misalkan Jawa (sanak sedulur), Sunda (golongan), Ambon (family).
- Cicumcriptive kin-grouops. Ruang lingkup jangkauannya itu lebih luas, bahkan anggotanya ini sudah tumbuh dari generasi ke generasi. Misalnya marga pada orang batak. Pengelompokkannya itu berdasarkan ikatan adat. Mereka merupakan keturunan dari nenek moyang yang sama. Tanda-tanda kerabat itu bukan hanya marga tapi klan, lambang totem, cerita-cerita suci. Totem itu member perlindungan atau kekuatan terhadap suku bangsa yang bersangkutan melalui mahluk yang berdama dema. Misalnya totemnya kasuari, berarti semua totem kasuari satu keluarga. Kalau ada yang menceridai kasuari, semua penganut totem kasuari akan beraksi. Misalnya satu wilayah hutan dimana kasuari ini tumbuh kalau dirusak tanaman atau tumbuhan yang ada disitu akan menimbulkan protes karena kasuari tidak akan bisa hidup lagi dilingkungan yang sudah rusak secara alam. Kemudian cerita-cerita suci misalnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), gunung mutis sering dianggap sebagai daerah asal nenek moyang mereka sehingga gunung mutis tidak boleh dirusak dan dikotori airnya. Karena mereka percaya asalnya, dongeng atau cerita-cerita suci. Ini ikatan dari hubungan kekerabatan itu. Di Merauke ada juga totem buaya, kelapa. Klen ini ada yang kecil dan ada yang besar, gabungan klan-klan kecil yang menciptakan sebuah klan besar disebut Phraty. Kalau klen kecil ini misalnya di Sumatra Utara pada orang batak toba itu berkembang pada satu wilayah bernama Huta (disepanjang samosir-baligi terdapat kampung-kampung kecil) huta adalah kumpulan orang semarga tanpa buru. Waktu jaman belanda huta dipagari tembok. Masing-masing orang punya huta sendiri (kelompok semarga) dan biasanya huta ini dibangun di dataran tinggi. Orang batak suka yang tinggi karena anginnya segar, bahkan makam-macam yang ada disitu tinggi-tinggi, secara religius ditempat yang tinggi mengandung kenyamanan daripada tanah datar.
0 komentar