I.
PENDAHULUAN
Perkembangan Ilmu Kepolisian di Indonesia
tidak bisa dilepaskan dari aspek historis pembentukan polisi sebagai salah satu
dari system kenegaraan kita. System kepolisian dipengaruhi oleh system Negara
(Menurut Komjend. Pol. Purn. Ahwil Lutan, dalam mata kuliah Perbandingan Sistem
Kepolisian semester mahasiswa semester 1 angkatan 66). Seperti kita ketahui,
pembentukan polisi di Indonesia sudah dimulai sejak jaman kerajaan dan terus
berkembang dari waktu kewaktu mengikuti perkembangan Negara, baik secara
politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Perkembangan ini dapat dimaklumi mengingat
system kepolisian yang senantiasa dipengaruhi oleh sejarah pembentukan Negara,
system ketatanegaraan, serta hukum yang mengaturnya. Demikian pula dengan apa
yang terjadi di Indonesia, perkembangan kepolisian selalu mengikuti tahapan
perkembangan system ketatanegaraan.
Dalam membahas administrasi kepolisian, logis
adalah menguraikan Administrasi Negara terlebih dahulu karena bagian dari Ilmu
Administrasi Negara. Oleh karena itu, Administrasi Negara merupakan subjek
penting bagi mereka yang ingin mempelajari administrasi kepolisian. System
administrasi Negara Indonesia, menurut UUD 1945, pada hakikatnya merupakan
system penyelenggaraan pemerintahan Negara yang tanggung jawabnya ada pada
presiden karena Indonesia menganut system presidensiil.
Kapolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
adalah salah satu bagian dari lembaga eksekutif (birokrasi) yang memiliki tugas
dan fungsi tertentu dan kedudukannya di bawah langsung Presiden. Peran, tugas,
susunan dan kedudukan Polri diatur dalam TAP No. VI/ MPR/ 2000 dan TAP No. VII/
MPR/ 2000, yang kemudian diatur lebih lanjut dengan UU No. 2 tahun 2002,
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Administrasi
kepolisian dalam arti yang luas adalah seluruh aktivitas-aktivitas dari
pemerintah baik pusat maupun daerah dalam melaksanakan fungsi kepolisian. Oleh
karena itu dalam pelaksanaannya harus segera dibentuk yang terutama adalah
organisasi, personil, praktek-praktek, dan prosedur-prosedur yang esensinya
untuk efektivias kinerja dan penegakkan hukum dan fungsi-fungsi tradisional
kepolisian lainnya, dan sebagai pertanggungjawab atas kepercayaan yang
diberikan (Kenney, 1975). Administrasi kepolisian merupakan administrasi negara yang secara
khusus mengurus dan mengorganisir permasalahan kepolisian Republik Indonesia
(Djamin, 1995).
Bailey (1995:10) menjelaskan bahwa administrasi polisi adalah segmen dari
jaringan aparatur pemerintah yang menangani pelaksanaan tugas eksekutif didalam
departemen kepolisian dan pelaksanaan kebijakan tertentu pemerintah.
Kebijakan-kebijakan tersebut berkaitan dengan tindak kriminal dan mencakup
hukum tentang pelarangan atas berbagai tindakan, prosedur yang berkaitan dengan
pelanggaran hukum, pendekatan umum terhadap masalah kriminal (pencegahan,
ketidakmampuan, rehabilitasi) dan ekspresi sentimen publik terhadap berbagai
tipe kejahatan yang berbeda.
Leonhard Fuld
(1909) dalam More (1979:13) yang membahas berbagai permasalahan dengan Police
administration menekan tentang prinsip-prinsip dari Police
administration, yaitu:
(1) the
elimination of politics from police administration, (2)specialization of
studies, (3)duties clearly defines, (4)constant supervision by supervisor, (5)strong
chief executive leadership, (6)constant audit by inspectors, (7)maintenance of
discipline, (8)comprehensive training of patrolmen, (9)selection personnel, and
(10)elimination of non-police duties.
Prinsip-prinsip
yang dikemukakan oleh Fuld difokuskan pada kontrol pada proses manajemen, dan
dititkberatkan bahwa manusia hanya dapat bekerja secara efektif apabila
dilakukan pengawasan yang terus menerus dan ketat. Oleh karena itu, berbagai
permasalahan dalam administrasi kepolisian dapat diatasi melalui kepemimpinan
yang kuat dan mekanisme kontrol yang ketat.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian-Pengertian
Pada bagian ini, penulis mencoba menguraikan mengenai pengertian-pengertian dasar yang terkait dengan Kepolisian sebagai sebuah sistem dan organisasi yang ditinjau dari aspek historisnya.
Dalam berbagai
literatur, kata “polisi” memiliki substansi dasar sebagai sebuah usaha/ kegiatan/
tugas dan badan/ organ/ lembaga yang menjalankan kegiatan tersebut (Kelana, 2007:13).
Menurut Chalres Reith (1912), ‘police’ diartikan sebagai tugas. Sedangkan
menurut Bill Drews dan Gerhard Wacke (1961:11) mengemukakan bahwa ‘polizei’
dapat dipergunakan baik dalam arti formal maupun dalam arti material.
Pengertian ‘polizei’ dalam arti formal mencangkup penjelasan tentang organisasi
dan kedudukan dari instansi Kepolisian, sedangkan dalam arti material
memberikan jawaban terhadap persoalan tugas dan wewenang dalam rangka menghadapi
bahaya gangguan keamanan dan ketertiban, baik dalam rangka kewenangan
Kepolisian umum maupun melalui ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan/
undang-undang tentang Kepolisian secara khusus.
Pemakaian istilah Polisi sebagai tugas, organ, dan pejabat
didapatkan pula pada kamus Kramers dan Poerwadarminta, hanya pada Kramers ada
tambahan satu lagi yaitu istilah Polisi dipakai untuk menyebutkan “Ilmu
Pengetahuan Kepolisian“ (Kelana, 2007:14).
Istilah tugas ini juga berkaitan erat dengan permasalahan keamanan, dimana pengertian keamanan ini menjadi salah satu bagian dari hal ikhwal mengenai Polisi. Istilah keamanan dalam bahasa Indonesia sendiri merupakan salah satu istilah yang merupakan bentuk semantic confusion, yakni istilah yang menimbulkan kerancuan arti. Istilah ini lebih memiliki makna ketika digabungkan dengan padanan kata lain seperti keamanan negara, pertahanan-keamanan, keamanan dalam negeri, keamanan nasional dan lain sebagainya.
Istilah tugas ini juga berkaitan erat dengan permasalahan keamanan, dimana pengertian keamanan ini menjadi salah satu bagian dari hal ikhwal mengenai Polisi. Istilah keamanan dalam bahasa Indonesia sendiri merupakan salah satu istilah yang merupakan bentuk semantic confusion, yakni istilah yang menimbulkan kerancuan arti. Istilah ini lebih memiliki makna ketika digabungkan dengan padanan kata lain seperti keamanan negara, pertahanan-keamanan, keamanan dalam negeri, keamanan nasional dan lain sebagainya.
Tidak ubahnya dengan tata bahasa Indonesia, dalam bahasa Inggris
penggunaan kata security sendiri lebih sering dipadankan dengan kata lain
menjadi sebuah kosa kata sendiri seperti security council, national security,
world security, international security dan sebagainya.
Penggunaan kata keamanan di Indonesia khususnya dalam aturan perundangan mengenai Kepolisian bermula ketika periode 60-an dimana saat itu Mabes Polri terdapat Badan Pembinaan Keamanan Rakyat (BABIN KAMRA), yang sekarang dibakukan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi istilah keamanan swakarsa (Djamin, 2007:66).
Keamanan itu sendiri sangat erat dengan bidang tugas dari polisi, hal ini dikarenakan secara historis keberadaan polisi memang diperuntukan dalam memberikan jaminan keamanan dan ketentraman bagi masyarakat.
B. Ilmu Kepolisian
Pada awal didirikannya Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),
fokus utama yang dijadikan target sewaktu itu adalah terciptanya kader-kader
polisi yang mampu berpikir dan bertindak secara zelfstanding. Untuk itu kader-kader
polisi ini harus dididik secara akademisi untuk menjadi seorang sarjana-sarjana
Kepolisian.
Pada periode Parlementer, status keilmuan dari Ilmu Kepolisian
mulai menjadi pokok bahasan bersamaan dengan upaya yang dilakukan dalam rangka
pemantapan PTIK. Dalam perkembangannya ilmu kepolisian disimpulkan sebagai
kelompok Ilmu Pengetahuan Sosial dan ternyata telah memenuhi syarat-syarat
untuk diakui sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang dapat berdiri sendiri
serta memiliki program studi yang memberikan gelar sarjana bagi para lulusannya
(PTIK,1981:89).
Ilmu Kepolisian tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan profesi
dan hal ikhwal Kepolisian, namun disegi lain ilmu bersifat komunal dan
universal. Komunal memiliki pengertian ilmu pengetahuan merupakan milik
masyarakat (public knowledge), setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut
kebutuhannya.
Sedangkan bersifat universal berarti bahwa ilmu pengetahuan
bebas dari ras, keturunan, warna kulit maupun keyakinan agama. Pendalaman ini
juga perlu agar terwujud persamaan persepsi tentang hal ikhwal Kepolisian,
khususnya mengenai Ilmu Kepolisian (Kelana, 2009:3). Di Indonesia sendiri,
pembinaan profesi Kepolisian dapat diamati sejak jaman penjajahan Belanda
dengan adanya catatan sejarah adanya asosiasi dan perhimpunan profesional
antara lain “Persaudaraan Para Komisaris Polisi Hindia Belanda” (Broederschap
van Commissarissen van Politei van Nederlandsch-Indie) dan pada tahun 1917
menerbitkan majalah perhimpunan mereka De Nederlandsch-Indische Politiegids (Bachtiar,
1993:42).
Dari berbagai peristiwa sejarah diatas, Kelana (2009) memberikan
definisi mengenai ilmu kepolisian yaitu ilmu yang membahas tentang segala hal
ikhwal Kepolisian dan memanfaatkannya untuk kepentingan kesejahteraan manusia.
Sedangkan menurut Prof. Harsja Bachtiar, ilmu Kepolisian didefinisikan sebagai
gabungan dari berbagai unsur-unsur pengetahuan yang berasal dari berbagai ilmu
pengetahuan. Dalam hal ini, ilmu Kepolisian disimpulkan sebagai bidang ilmu
yang bersifat mulidisipliner.
Berbeda dengan itu, Prof. Parsudi Suparlan berpendapat bahwa
ilmu Kepolisian diartikan sebagai sebuah bidang ilmu pengetahuan yang
mempelajari masalah-masalah sosial dan isu-isu penting serta pengelolaan
keteraturan sosial dan moral serta masyarakat, mempelajari upaya-upaya
penegakan hukum dan keadilan, dan mempelajari teknik-teknik penyidikan dan
penyelidikan berbagai tindak kejahatan serta cara-cara pencegahannya.
Keterangan ini memposisikan ilmu Kepolisian lebih bersifat interdisipliner.
Pendapat ini selaras dengan pengertian yang disampaikan oleh Prof. Awaloeddin
Djamin yang menyatakan bahwa ilmu Kepolisian adalah sama dengan ilmu
Administrasi Kepolisian, dimana hal ini dikelompokan menjadi 4 bagian kelompok
besar, yaitu :
1. Kelompok Ilmu Sosial
2. Kelompok Ilmu Hukum
3. Kelompok Ilmu Administrasi dan Manajemen
4. Kelompok Ilmu-ilmu pendukung lainnya.
2. Kelompok Ilmu Hukum
3. Kelompok Ilmu Administrasi dan Manajemen
4. Kelompok Ilmu-ilmu pendukung lainnya.
Terkait dengan paradigma interdisipliner ini, Prof. Daud Yusuf
(1980) dalam Kelana (2007:138) menyatakan bahwa disiplin Ilmu Kepolisian adalah
hasil dari suatu proses yang berkelanjutan dari cara pendekatan dan berpikir
interdisipliner, untuk mencapai keterpaduan yang sempurna tentang pengertian
ilmiahnya. Pendekatan interdisipliner berlaku 3 (tiga) tahapan , yaitu : (1)
Pendekatan Multi-Disipliner; (2) Kros-Disipliner; dan (3) Trans-Disipliner.
Dari pengertian ini akan dapat dirasakan sedemikian luasnya
cakupan ilmu Kepolisian ini, hal ini dikarenakan hal ikhwal yang berkaitan
dengan fungsi dan lembaga polisi tidak akan mungkin terlepas dari hal ikhwal
kepentingan masyarakat, negara, dan penduduk secara individual maupun kelompok.
Hal ini mengandung pengertian bahwa ilmu Kepolisian sangat berkaitan erat dengan berbagai macam disiplin ilmu lainnya atau dengan kata lain, dalam ilmu Kepolisian digunakan berbagai macam teori/ pengetahuan dari displin ilmu guna memecahkan masalah publik. Permasalahan inilah yang merupakan wujud keterkaitan hal ikhwal mengenai Polisi baik dilihat dari tugas, wewenang, tanggung jawab, maupun kedudukannya.
Menurut Kelana (2009), terdapat enam lingkup bahasan Ilmu Kepolisian, yaitu :
a. Mempelajari perangkat penata normatif masyarakat dan kepentingan
keteraturan norma dan keteraturan sosial dalam masyarakat dalam rangka
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Mempelajari hukum positif dan kepentingan menegakan kewibawaan
hukum negara;
c. Mempelajari kepentingan penduduk secara perseorangan, dalam
rangka perlindungan hukum, pengayom, dan pelayanan kepada masyarakat; dan
d. Mempelajari konsepsi-konsepsi Kepolisian dan arti fungsional
bagi masyarakat, negara, dan penduduk secara perseorangan, yang menghasilkan
metoda-metoda pemolisian.
e. Mempelajari tentang sejarah timbulnya Kepolisian, bagaimana perkembangan
Kepolisian sejak dahulu sampai sekarang, dan faktor apa saja yang berpengaruh
terhadap Kepolisian dari masa ke masa.
f. Mempelajari pendapat dan pemikiran orang diberbagai negara dan
masyarakat mengenai Kepolisian sepanjang masa.
g. Mempelajari hubungan Kepolisian dengan fungsi lainnya dalam
masyarakat seperti politik dan pemerintahan negara, ekonomi, sosial budaya dan
lain sebagainya.
h. Mempelajari karakteristik Ilmu Kepolisian dan hubungannya dengan
ilmu lainnya dalam rangka pengembangan metodologi Ilmu Kepolisian.
C. Administrasi Kepolisian
Berbicara mengenai administrasi Kepolisian maka kita tidak akan
dapat lepas dari pengertian administrasi itu sendiri. Istilah administrasi
berasal dari bahasa latin yaitu “Ad” dan “ministrate” yang artinya pemberian
jasa atau bantuan, yang dalam bahasa Inggris disebut “Administration” artinya
“To Serve”, yaitu melayani dengan sebaik-baiknya. Dalam melihat substansi dari
administrasi itu sendiri, maka banyak pendapat ahli yang melakukan
pengelompokan administrasi kedalam dua bagian. Secara garis besar pengertian
administrasi dapat dibedakan menjadi 2 pengertian yaitu :
a.
Administrasi dalam arti sempit. Menurut Soewarno Handayaningrat
mengatakan “Administrasi secara sempit berasal dari kata Administratie (bahasa
Belanda) yaitu meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan
ringan, keti-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis
ketatausahaan” (1988:2). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan administrasi
dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang mliputi kegiatan
cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal
lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah
memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan.
b.
Administrasi dalam arti luas. Menurut The Liang Gie mengatakan
“Administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
sekelompok orang dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu” (1980:9).
Administrasi secara luas dapat disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur
pokok yang sama yaitu adanya kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan
kerjasama serta mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pendapat lain mengenai administrasi dikemukan oleh Sondang P.
Siagian mengemukakan “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara 2
orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (1994:3). Berdasarkan uraian dan
definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah
seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi
berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
Sampai saat ini, memang masih sering terjadi perdebatan mengenai
persamaan dan perbedaan mengenai administrasi dengan manajemen. Ada beberapa
kalangan yang menyamakan pengertian administrasi dan manajemen sebagai satu wadah
yang tidak dapat terpisahkan, namun ada pula beberapa pakar yang lebih suka
untuk memisahkan pengertian manajemen dengan administrasi ini. Penulis sendiri
lebih sependapat untuk melihat pengertian administrasi dan manajemen sebagai
sebuah bagian yang memang tidak dapat dipisahkan.
Berkaitan dengan sistem administrasi Kepolisian, terdapat
komponen dasar yang menjadi unsur pembentuknya, yaitu Manajemen Operasional,
Manajemen Teknologi Kepolisian dan Manajemen Pembinaan.
Unsur pembentuk ini mengacu pada Pasal 4 Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib
dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayom, dan pelayanan
masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi
Hak Asasi Manusia.
Pasal ini pada hakekatnya merupakan pokok pikiran yang menggaris bawahi Tujuan Kepolisian dalam kaitannya dengan tujuan negara dan keamanan dalam negeri. Rumusan Tujuan Kepolisian ini sangatlah penting dalam memberikan arah serta menjadi pedoman bagi penyelenggaraan fungsi Kepolisian. Tujuan ini juga menjadi patokan dalam pembentukan visi dan misi Polri sebagai bagian dari negara dalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal ini pada hakekatnya merupakan pokok pikiran yang menggaris bawahi Tujuan Kepolisian dalam kaitannya dengan tujuan negara dan keamanan dalam negeri. Rumusan Tujuan Kepolisian ini sangatlah penting dalam memberikan arah serta menjadi pedoman bagi penyelenggaraan fungsi Kepolisian. Tujuan ini juga menjadi patokan dalam pembentukan visi dan misi Polri sebagai bagian dari negara dalam sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Keberadaan ilmu Kepolisian yang memiliki cakupan luas dalam hal
ikhwal polisi, memberikan dampak bagi terciptanya tugas-tugas manajerial yang
secara historis sudah dijabarkan pada bagian sebelumnya. Dari cakupan berbagai
disiplin ilmu inilah, muncul 3 komponen pokok yang membentuk sistem administrasi
Kepolisian tersebut.
III. PENUTUP
Keberadaan ilmu administrasi Kepolisian pada hakikatnya selaras dengan kedudukan ilmu Kepolisian dalam disiplin ilmu yang dikenal di Indonesia. Ilmu Kepolisian sendiri, merupakan disiplin ilmu yang mengambil, menghimpun, dan dirumuskan dari berbagai pengetahuan yang terkait dengan hal ikhwal Kepolisian.
Sifat ilmu Kepolisian yang interdisipliner ini, membuat cakupan
administrasi Kepolisian menjadi sedemikian penting. Hal ini mengingat,
administrasi Kepolisian sangat erat kaitannya dengan kedudukan, fungsi, tugas
dan juga tanggung jawab Polisi baik sebagai sebuah organisasi maupun dalam
lingkup kehidupan ketatanegaraan di negara kita.
Penjabaran mengenai administrasi Kepolisian sendiri tentu saja
sangat bergantung dari perkembangan sebuah negara. Baik dilihat dari sistem
ketatanegaraan, sistem pemerintahan, sistem pembentukan sebuah negara serta
sistem peraturan yang mengiringi kelangsungan negara tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Djamin, Awaloeddin. 2011.
Sistem Administrasi Kepolisian Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta :
YPKIK.
http://www.polisikita.net/index.php/ilmu-kepolisian/administrasi-kepolisian/24-administrasi-dan-administrasi-kepolisian,
diakses
pada hari Senin, 13 April 2015 pukul 20.00 Wib.
https://ferli1982.wordpress.com/2011/09/26/administrasi-kepolisian-sebagai-bagian-dari-unsur-pembentuk-ilmu-kepolisian/,
diakses
pada hari Senin, 13 April 2015 pukul 20.15 Wib.
https://gurulia.wordpress.com/2009/04/08/definisipengertian-administrasi/,
diakses
pada hari Senin, 13 April 2015 pukul 20.30 Wib.
0 komentar