tugas

PENYELESAIAN KONFLIK BIKONG MELALUI PARADIGMA RESTORATIVE JUSTICE

00.28handreasstik66

PENYELESAIAN KONFLIK BIKONG
MELALUI PARADIGMA RESTORATIVE JUSTICE

Permasalahan
          Bahwa telah terjadi sengketa lahan sejak tahun 2000 di wilayah Bikong. Sengketa lahan terjadi  antara masyarakat setempat dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertanggung jawab terhadap lahan hutan produksi di wilayah Bikong. Sengketa lahan mulai terjadi sejak adanya kebijakan standar yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentang pelarangan penanaman tanaman jagung pada tanah garapan masyarakat kampung Bikong, tanah tersebut seharusnya menjadi hutan produksi milik negara cq BUMN. Pelarangan tersebut dilakukan terkait konservasi tanah dan perlindungan terhadap tanaman jati dan jabon yang merupakan tanaman pokok di hutan produksi tersebut. Sedangkan jagung merupakan makanan pokok pada masyarakat bikong yang sudah secara turun menurun sejak sebelum tahun 1890 sebagai pengganti nasi, yang kemudian dilarang/ditabukan oleh pemerintah Belanda pada akhir tahun 1890.
Tanaman jagung mulai ditanam kembali oleh masyarakat Bikong sejak adanya dampak krisis ekonomi era reformasi pada tahun 1999 guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Bikong sebagai pengganti nasi dari padi beras. Namun demikian, tanaman jagung menimbulkan dampak buruk terhadap kesuburan tanah. Masyarakat bikong membuka lahan untuk menanam tanaman jagung dengan cara melakukan penebangan liar di hutan produksi milik pemerintah cq BUMN. Sejak tahun 2000 telah dilakukan penjarahan terhadap hutan jati dan jabon milik BUMN yang mengakibatkan adanya lahan kosong. Kekosongan lahan terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu pertama seringnya terjadi gagal panen sehingga lahan harus dikosongkan dengan cara dibakar oleh masyarakat Bikong. Kedua, masyarakat Bikong tidak mempunyai dana yang cukup untuk menyediakan bibit, pupuk dan biaya lainnya yang dibutuhkan untuk terproduksinya nasi jagung guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Bikong, sehingga masyarakat harus menjual tebangan pohon jati dan jabon kepada pengepul CV. Usaha Meubel dan Furniture yang merupakan milik salah satu pejabat pemerintah daerah di Bikong.    
 Konflik frontal terjadi sejak awal tahun 2012 dimana BUMN bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat melakukan penanaman kembali pohon jati dan jabon di wilayah kebun jagung masyarakat Bikong. Masyarakat Bikong melakukan penolakan dengan melakukan perlawanan terhadap aparat pemerintah dan aparat kemanan yang terdiri dari Polisi Hutan, Satpol PP, Polres/ Brimob bersenjata lengkap sesuai standar instansi masing-masing. Konflik tersebut mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia dan luka-luka pada pihak masyarakat maupun aparat keamanan, jumlah korban meninggal dunia pada masyarakat sebanyak 235 orang sedangkan pada pihak aparat keamanan berjumlah 20 orang. 
Oleh sebab itu kami sebagai tim independen dan imparsial akan melakukan investigasi guna memetakan permasalahan yang ada dan menginventarisir cara-cara penyelesaian dengan mengedepankan paradigma restorative justice agar terjadi pemulihan keadilan bagi semua pihak.

Pembahasan 
          Bahwa peristiwa tersebut di atas telah melibatkan banyak pihak antara lain Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertanggung jawab atas hutan produksi di wilayah Bikong, pemerintah daerah, Polres dan masyarakat Bikong yang terdiri dari 197.971 jiwa dalam hal ini diwakili oleh tokoh masyarakat setempat an. Midun dengan surat kuasa dari 28 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) nomor 01/ M-DH/ Bikong/ XII/ 2013, untuk menyelesaikan perselisihan pengelolaan lahan hutan.
Adapun kerugian yang telah ditimbulkan dari konflik yang terjadi adalah berupa kerugian materiil dan imateriil antara lain jatuhnya korban jiwa berjumlah total 255 orang (235 dari pihak masyarakat, 20 orang dari pihak aparat), rusaknya infrastruktur daerah setempat, timbul kerusakan hubungan antara masyarakat terhadap pemerintah dimana masyarakat sudah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan baik pemerintah daerah sebagai perpanjangan tangan negara yang bertanggung jawab atas kehidupan warga negaranya tanpa terkecuali dan lunturnya kepercayaan kepada aparat kepolisian dalam hal ini adalah Polres setempat yang seharusnya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Selain itu masih banyak kerugian yang ditimbulkan dari peristiwa konflik di Bikong tersebut.
Konflik tersebut terjadi disebabkan oleh terganggunya masyarakat atas pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat Bikong, yaitu adanya kebijakan pelarangan penanaman jagung oleh masyarakat setempat di lahan/kebunnya yang notabene lahan tersebut merupakan hasil penjarahan pada masa reformasi saat terjadinya krisis ekonomi, dimana lahan tersebut adalah milik pemerintah cq BUMN yang akan dihijaukan kembali dengan mengadakan penanaman pohon jati dan jabon. Dari peristiwa tersebut ada pihak-pihak yang diuntungkan yaitu para pengepul kayu jati hasil jarahan masyarakat untuk dijadikan mebel/furniture. Bahwa masyarakat Bikong tidak memiliki biaya yang diperlukan untuk membeli bibit, obat-obatan dan biaya lain yang diperlukan dalam rangka menanam jagung sehingga satu-satunya cara adalah dengan terus menerus membuka lahan apabila tanah pada lahan tersebut dirasa sudah tidak subur untuk ditanami jagung, hal ini dikhawatirkan akan terjadi secara terus menerus apabila tidak ada solusi terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat. Permasalahan yang lainnya adalah kurangnya kepekaan BUMN terhadap kebutuhan masyarakat setempat yang merupakan masyarakat hutan sebagaimana mereka menggantungkan hidupnya hanya pada lahan dutan dimana mereka tinggal.
Dari rangkaian peristiwa tersebut dapat disimpulkan bahwa harapan masyarakat setempat adalah semata-mata dapat terpenuhinya kebutuhan hidup mereka, terutama adalah makanan dimana mereka menggantungkan hidupnya hanya pada lahan hutan yang mereka tempati. Masyarakat Bikong hidup dari membuka lahan dengan cara menjarah hutan sehingga dapat ditanami jagung untuk dijadikan sumber makanan pengganti nasi dan menjual kayu-kayu hasil hutan kepada pengepul kayu yang merupakan perusahaan mebel/furniture. Sedangkan harapan pihak BUMN adalah bisa terlaksananya program penghijauan kembali hutan produksi milik BUMN yang sangat penting bagi kesinambungan lingkungan hidup.
Dari uraian pembahasan tersebut maka tim menyimpulkan perlunya dilakukan langkah-langkah penyelesaian yang berkeadilan bagi semua pihak atas peristiwa konflik yang terjadi tersebut. Oleh sebab itu tim memberikan rekomendasi/ saran kepada Presiden sebagaimana akan diuraikan pada  bagian berikut dibawah ini.

Rekomendasi/Saran
1.  BUMN perlu memberikan lahan guna bercocok tanam bagi masyarakat Bikong, tanpa harus merusak hutan produksi milik BUMN. Lakukan pendekatan melalui sdr. Midun sebagai tokoh masyarakat yang diberikan kuasa oleh masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan ini.
2. Pemerintah daerah dengan dibantu BUMN harus memberikan penyuluhan dan pembinaan teknis secara melekat terhadap para petani Bikong dalam dalam rangka pengolahan lahan yang baik dan sistem cocok tanam yang tidak merusak kesuburan tanah, baik dengan sistem tumpang sari atau ganti tanaman setiap musimnya.
3.  Perlunya memberikan bantuan biaya untuk kebutuhan bibit, obat-obatan tanaman dan biaya operasional pertanian lainnya bagi masyarakat Bikong dalam rangka pemenuhan kebutuhan melalui program bercocok tanam.
4.  Ketegasan komitmen dari masyarakat Bikong melalui tokoh masyarakat sdr. Midun bahwa dengan terpenuhinya harapan dan kebutuhan masyarakat maka masyarakat secara bertanggung jawab akan berperan aktif dalam keterlibatan menjaga dan melestarikan hutan produksi milik pemerintah cq BUMN guna kelestarian alam lingkungan hidup.
5. Perlu dituangkan dalam bentuk kesepakatan bersama bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam konflik itu guna menjaga keberlangsungan situasi yang aman, tertib, dan sejahtera bagi semua pihak.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Flickr Images

Formulir Kontak